Jumat, 04 Maret 2011

BRI rajai ekspansi, Panin menyusul

Kinerja cemerlang diraih industri perbankan nasional pada 2010 setelah sempat meredup pascakrisis 2008. Bahkan pada Tahun Macan, perbankan di Tanah Air mencapai rekor baru pengumpulan aset.

Pada 2010, aset bank nasional menembus Rp3 kuadriliun atau tepatnya Rp3.008,9 triliun.
Berdasarkan data Bank Indonesia per Desember 2010, angka itu naik Rp474,8 triliun atau 18,73% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp2.534,1 triliun.

Pertumbuhan tahunan tersebut merupakan tertinggi dalam 5 tahun terakhir, setelah melalui dua masa kritis kenaikan bahan bakar minyak pada 2005-2006 dan krisis ekonomi global pada 2008.

Euforia kenaikan aset dirasakan oleh 10 bank papan atas nasional, yang berkontribusi terhadap pertumbuhan perbankan nasional lebih dari 50%, yakni Rp291,05 triliun atau naik 17,56% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Total aset 10 entitas tersebut hampir menembus Rp2 kuadriliun atau tepatnya Rp1.948,23 triliun, meski secara kapitalisasi menyusut menjadi 64,75% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya 66,24%.

PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk mencatatkan kenaikan nilai aset tertinggi, yakni Rp76,94 triliun atau 24,16% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi Rp395,39 triliun.
Pertumbuhan ini setara dengan nilai aset PT Bank Permata Tbk.

BRI kian `meninggalkan' PT Bank Central Asia Tbk yang berada di peringkat ketiga dengan nilai aset Rp323,35 triliun.
Bahkan hampir menyusul koleganya, PT Bank Mandiri Tbk, yang berada di peringkat teratas dengan aset Rp410,62 triliun.

Agresivitas BRI dalam mengembangkan pasar ini patut dicermati para pesaingnya. Ini karena, bank yang semula melekat dengan nasabah perdesaan tersebut kini telah menyasar masyarakat perkotaan maupun korporasi besar. Apalagi, kekuatan jaringan kantornya belum ada lawan yang setara. B R I sejak 2006, telah menahbiskan diri sebagai bank pengeruk laba terbesar, dan 2 tahun sesudahnya, menjadi nomor satu dalam penyaluran kredit. Ambisi menjadi bank terbesar 2011, tinggal sejengkal.

BI Minta Perbankan Tekan Biaya Operasional

BI Minta Perbankan Tekan Biaya Operasional

TEMPO/Nita Dian

TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso mengatakan, bank harus meningkatkan produktivitas sumber daya manusianya dan memaksimalkan kreatifitas produk perbankan. Selain itu, bank juga harus memperbaiki infrastruktur dan teknologi.


Hal ini menurut Wimboh penting, untuk menekan biaya operasional bank. Bank harus meningkatkan produktivitas tanpa mengurangi gaji pegawai. Saat ini, biaya operasional perbankan nasional dinilai paling boros di kawasan Asia Tenggara. "Jadi gajinya besar tidak apa-apa," kata Wimboh di kantornya, kemarin (3/3).
Wimboh melanjutkan, ini dilakukan supaya biaya operasional bank bisa ditekan. Biaya operasional (BOPO) perbankan Indonesia sebesar 88,6 persen merupakan yang tertinggi. Padahal, semakin tinggi angka BOPO maka semakin tidak efisien suatu bank. Sehingga, menjadi catatan bagi kinerja efisiensi perbankan nasional.

Di kawasan lain, seperti Filipina yang memiliki BOPO sebesar 74 persen, Thailand sebesar 54,3 persen, Singapura sebesar 42 perse, dan terendah Malaysia dengan 40 persen.

Komponen BOPO sendiri terdiri dari suku bunga, biaya gaji, dan biaya promosi. Promosi terkait juga dengan penggunaan infrastruktur, sumber daya manusia, dan teknologi.

MUHAMMAD IQBAL