Sabtu, 05 Juni 2010

Analisis Kepuasan Pelayanan Nasabah Terhadap Produk Tabungan Bank


Kinerja Bank Sul-Sel Syariah Cab. Utama Makassar menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, hal ini ditunjukkan oleh kinerja pelayanan bank dan produk-produk yang ditawarkan terhadap nasabah. Karena produk-produk yang ditawarkan Bank Sul-Sel Syariah Cab. Utama Makassar dapat meningkatkan usaha-usaha kecil. Sehingga para nasabah atau pelanggan dapat mandiri dalam berusaha serta dapat membantu kesejahteraan rakyat.

Bank Sul-Sel Syariah Cab. Utama Makassar dalam pelayanan terhadap nasabah telah menggunakan infrastruktur teknologi seperti telah terkoneksi secara online dan telah tersedia layanan ATM Bersama.
Dalam memenuhi kepuasan Bank Sul-Sel Syariah Cab. Utama Makassar harus mampu untuk mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (Pegawai Bank), sehingga mampu membaca tantangan zaman.

Era globalisasi dan perdagangan bebas telah menyebabkan timbulnya persaingan yang ketat di dunia bisnis. Ketatnya persaingan bisnis tersebut menuntut pelaku bisnis untuk selalu meningkatkan daya saing agar mampu mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Ketatnya persaingan tidak hanya terjadi pada perusahaan yang menghasilkan barang, tetapi juga terjadi pada perusahaan yang menghasilkan jasa seperti Bank.
Perbankan di Indonesia mengalami perkembangan baru. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran sistem perbankan berbasis Syari’ah yang berlandaskan berbagi hasil (profit sharing) yaitu dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia tanggal 1 Mei 1992. Perkembangan sistem perbankan Syari’ah di Indonesia sebagai suatu lembaga keuangan memiliki potensi yang sangat besar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam.

Krisis ekonomi pada pertengahan 1997, ialah mempengaruhi kinerja dunia perbankan di Indonesia. Kegiatan-kegiatan usaha yang dibiayai oleh bank mengalami banyak kemacetan. Perbankan merupakan bisnis jasa yang tergolong dalam industri “kepercayaan” dan mempunyai rasio-rasio keuangan yang khas. Kepercayaan masyarakat terhadap bank semakin menurun sebagai akibat dari banyaknya bank-bank, terutama bank swasta yang diambil alih, dibekukan operasinya atau bahkan dikuidasi oleh pemerintah. Begitu juga dengan bank pemerintah, yang beberapa diantaranya harus di marger. Akan tetapi, selama periode krisis ekonomi tersebut, perbankan Syari’ah masih menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional.

Perbankan Syari’ah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Bank Syari’ah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan Muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip Syari’ah dalam Islam. Secara filosofis bank Syari’ah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa ini. Oleh karena itu, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut dengan bank Syari’ah didirikan. Perbankan Syari’ah didirikan didasarkan pada alasan filosofis maupun praktik. Secara filosofis, karena dilarangnya pengambilan riba dalam transaksi keuangan maupun non keuangan. Secara praktis, karena sistem perbankan berbasis bunga atau konvensional mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut:

1.Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan dan kewajaran bisnis.

2.Tidak fleksibel nya system transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan.

3.Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut bunganya membuat bank cemas untuk mengembalikan pokok dan bunganya.

4.Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh usaha kecil.

5.Dalam system bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga mereka.
Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kompetisi/pertarungan perebutan pelanggan antara Bank Syari’ah dan bank Konvensional dapat di lihat dalam beberapa hal:

1.Perbedaan Falsafah.
Dimana Bank Syari’ah tidak melaksanakan system bunga (larangan riba) dalam seluruh aktivitasnya sedangkan Bank Konvensional justru kebalikannya yaitu system bunga. Jadi, Bank Syari’ah dalam menghindari sitem bunga maka system yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil.

2.Dari konsep pengelolaan dana nasabah.
Dalam system Bank Syari’ah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada Bank Konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang.

3.Bank Syari’ah diwajibkan menjadi pengelola zakat.
Yaitu dalam arti wajib bayar zakat, menghimpun, mengadministrasikan dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada Bank Syari’ah untuk memobilisasi dana-dana social (zakat, infak, dan Sedekah).

4.Dalam struktur organisasi Bank Syari’ah diharuskan adanya dewan pengawas syari’ah (DPS) yang bertugas mengawasi segala aktivitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah sedangkan pada system perbankan konvensional tidak ada lembaga yang sejenis.

Operasional perbankan Syari’ah di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Pertimbangan perubahan Undang-Undang tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tentang sistem keuangan yang semakin maju dan kompleks dan mempersiapkan infrastruktur memasuki era globalisasi. Jadi, adopsi perbankan Syari’ah dalam sistem perbankan nasional bukanlah semata-mata mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang kebetulan sebagian besar muslim. Namun lebih kepada adanya faktor keunggulan atau manfaat lebih dari perbankan Syari’ah dalam menjembatani ekonomi.

Perbankan Syari’ah cukup pesat sampai saat ini, hal ini dipicu UU No. 10 Tahun 1998 yang membuka peluang bagi bank-bank baru atau bank konvensional untuk beroperasi sepenuhnya secara Syari’ah atau dengan membuka cab. khusus Syari’ah. Adanya UU No. 10 Tahun 1998 ini dapat membawa kesegaran baru bagi dunia perbankan kita. Terutama bagi dunia perbankan Syari’ah di tanah air, berdirinya bank-bank baru yang bekerja berdasarkan prinsip Syari’ah akan menambah semarak lembaga keuangan Syari’ah yang telah ada.

Statistik Perbankan Syari’ah yang dirilis oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa sampai dengan bulan November tahun 2007 jumlah Bank Syari’ah mencapai 143 bank. Dari ke 143 bank tersebut, tiga diantaranya merupakan Bank Umum Syari’ah (BUS), dan 26 bank diantaranya merupakan Unit Usaha Syari’ah (UUS), serta 114 sisanya merupakan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Terkait dengan kondisi saat ini, diperkirakan pertumbuhan bank umum Syari’ah, unit usaha bisnis Syari’ah meningkat. Artinya jumlah bank Syari’ah naik dari tahun ke tahun.

Meningkatnya jumlah dan pangsa pasar bank Syari’ah menunjukkan bukti meningkatnya apresiasi masyarakat dan kalangan perbankan terhadap perbankan Syari’ah saat ini. Perbankan ini menyebabkan terjadinya persaingan yang semakin ketat di dunia perbankan, dimana persaingan yang terjadi tidak hanya antar bank konvensional, tetapi juga dengan bank-bank Syari’ah. Perkembangan tersebut akan turut mendukung kemajuan bank Syari’ah di masa depan, karena pada dasarnya bank Syari’ah memiliki potensi untuk berkembang di Indonesia, antara lain karena didukung dengan jumlah penduduk beragama Islam yang paling banyak.

Bank Sulsel Syariah merupakan Unit Usaha Syariah dari PT. Bank Sulsel. Unit ini mulai beroperasi pada bulan April 2007 dengan modal awal Rp.8 Milyar, kini memiliki aset sebesar Rp.21.893 juta, dengan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun sejumlah Rp.4.678 juta, dan penyaluran pembiayaan sebesar Rp.9.261 juta, laba yang dihasilkan berjumlah Rp.235 juta.

Pelaksanaan produk perbankan Islam dituangkan dalam bentuk akad. Semua akad harus diperiksa oleh DPS terlebih dahulu, agar tidak menyimpang dari ketentuan syariah. Apabila ada akad yang belum difatwakan, DPS harus meminta fatwa terlebih dahulu kepada DSN. Sebelum ada persetujuan dari DSN, akad tersebut belum dapat dikeluarkan. Oleh karena itu, harus ada batasan waktu bagi DSN untuk memutuskan produk tersebut sesuai atau tidak menurut syariah demi kelancaran dan perkembangan perbankan Islam yang pesat.

Suatu Bank dapat memuaskan nasabahnya, jika bank dapat memahami atribut-atribut apa yang sebenarnya diinginkan dan dibutuhkan nasabah. Dalam hal ini, dapat melakukan peningkatan kepuasan pelayanan terhadap semua nasabah Bank Sulsel Syari’ah serta perbaikan dan inovasi-inovasi terhadap produk tersebut. Dengan memperhatikan atribut yang diinginkan nasabah, maka kepuasannya akan terpenuhi. Keberhasilan bank dalam memberikan kepuasan pelayanan kepada nasabahnya akan membuat nasabah tersebut loyal kepada bank.

Walaupun Bank Sul-Sel Syari’ah Cab. Utama Makassar baru beroperasi di dunia perbankan, namun pelayanannya bisa menarik minat orang untuk menabung pada Bank Sul-Sel Syari’ah. Baik itu pelayanan dari segi fasilitas, kebersihan, maupun keramahtamahan pihak-pihak Bank Sul-Sel Syari’ah dalam memberikan informasi dan membantu nasabah ketika mengalami kesulitan. Dan yang paling penting adalah letak Bank Sul-Sel Syari’ah yang sangat strategis.

Pelayanan adalah kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan yang bersifat jasa. Peranannya akan lebih besar dan bersifat menentukan manakala dalam kegiatan-kegiatan jasa di masyarakat terdapat kompetisi dalam usaha merebut pasaran atau pelanggan. Dengan adanya kompetisi seperti itu menimbulkan dampak positif dalam sebuah organisasi atau perusahaan, ialah mereka bersaiang dalam pelaksanaan layanan, melalui berbagai cara, tekhnik dan metode yang dapat, menarik lebih banyak orang menggunakan/memakai/jasa atau produk yang dihasilkan oleh organisasi atau perusahaan. Persaiangan yang ada dalam masyarakat usaha (bussines) tidak hanya pada segi mutu dan jumlah tetapi juga dalam hal layanan. Justru dalam hal terakhir inilah persaingan makin seru dengan pengenalan sistim layanan baru yang serba cepat dan memuaskan.

Perhatikan saja persaingan antar Bank yang terjadi sejak adanya deregulasi di bidang perbankan dan keuangan. Memperhatikan pelayanan yang semakin menonjol maka tidaklah heran apabila masalah layanan mendapat perhatian besar dan berulang-ulang kali dibicarakan, baik oleh masyarakat maupun manajemen itu sendiri baik secara khusus maupun dalam kaitan dengan pokok usaha atau kegiatan organisasi.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui dan menganalisa tentang keberhasilan sebuah bank dalam hal ini Bank Syari’ah Sul-Sel Cab. Utama Makassar dalam memenuhi kepuasan pelayanan nasabahnya. Maka diperlukan suatu penelitian mengenai tingkat kepuasan pelayanan nasabahnya. Melalui penelitian ini, bank dapat memperoleh informasi mengenai atribut-atribut yang diinginkan oleh nasabah dan melihat kinerja dalam memenuhi atribut tersebut, sehingga nantinya dapat memberikan bahan masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kepuasan pelayanan nasabahnya.

produk syariah yang ditawarkan

PRODUK PENYALURAN DANA MURABAHAH

Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual

menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual-belikan, termasuk harga

pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya laba /

keuntungan dalam jumlah tertentu

Murabahah adalah akad jual beli antara Bank selaku penyedia barang, dengan

nasabah yang memesan untuk membeli barang dan Bank memperoleh

keuntungan yang disepakati bersama.

Berdasarkan akad jual-beli dimaksud Bank membeli barang yang dipesan dan

menjualnya kepada nasabah. Harga jual Bank adalah harga beli dari supplier

ditambah keuntungan yang disepakati. Oleh karenanya nasabah mengetahui

besarnya keuntungan yang diambil oleh Bank.

Cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama, dapat secara

lumpsum ataupun dengan cara angsuran.

PRODUK PENYALURAN DANA SALAM

Secara etimologi, salam artinya salaf ( Pendahuluan). Secara terminologi (ta’rif) muamalah salam

adalah : “Penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual beli

dan barang tersebut masih dalam tanggungan penjual, dimana syarat-syarat tersebut

diantaranya adalah mendahulukan pembayaraan pada waktu di akad majlis (akad

disepakati)”.

Versi Bank

1. Salam adalah akad jual-beli suatu barang (komoditi) di mana harganya dibayar dengan segera,

sedang barangnya akan diserahkan kemudian dalam jangka waktu yang disepakati.

2. Salam Paralel adalah suatu transaksi dimana bank melakukan dua akad salam dalam waktu yang

sama. Dalam akad salam pertama Bank (selaku muslim) melakukan pembelian suatu barang

kepada pihak penyedia barang (muslam ilaihi) dengan pembayaran di muka dan pada akad

salam kedua Bank (selaku muslam ilaihi) menjual lagi kepada pihak lain (muslim) dengan

jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Pelaksanaan kewajiban Bank selaku Muslam

Ilaih (penjual) dalam akad salam kedua tidak tegantung pada akad salam yang pertama.

Produk Penyaluran Dana Istishna'

A. Fiqh

Istishna’ berarti minta dibuatkan. Secara terminologi muamalah (ta’rif) berarti akad jual beli

dimana Shanni’ (produsen) ditugaskan untuk membuat suatu barang (pesanan) oleh

Mustashni’ (pemesan).

Al Fiqh Al Islam wa Adillatuhu Jilid 4 hal. 631, wahbah Zuhaili, Dar Al Fikr 1989, Ensiklopedi

Hukum Islam jilid 3, hal. 778-780 – PT Ichtiar Baru Van Hoeve jakarta, 1997, dan Fiqh Sunnah

Jilid 12 hal 85 – Sayyid Sabiq)

Menurut Jumhur ulama, Istishna’ sama dengan Salam yaitu dari segi obyek pesanannya yaitu harus

dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada sistem

pembayarannya, Salam pembayarannya dilakukan sebelum barang diterima dan Istishna’ bisa di

awal, di tengah, atau di akhir pesanan.

B. Teknis Perbankan

Istishna’ adalah akad jual beli barang berdasarkan pesanan antara nasabah sebagai pemesan

(Mustashni’) dengan bank dengan kriteria tertentu seperti jenis, tipe atau model, kualitas dan

jumlahnya. Bank akan membelikan barang pesanan Mustashni’ tersebut kepada pemasok (Shanni’)

dengan kriteria yang sesuai. Harga, cara pembayaran dan jangka waktu penyerahan barang pesanan

tersebut disepakati bersama.

Apabila Mustashni’ mengizinkan Shanni’ (pemasok) untuk meminta pihak ketiga (sub pemasok)

membuat barang pesanan tersebut, maka akad kedua ini disebut Istishna’ Paralel.

PRODUK PENYALURAN DANA IJARAH DAN IMBT (IJARAH & IJARAH MUNTAHIYYAH BITTAMLIK)

A. Fiqih

Al Ijarah disebut juga Al Ajru (upah) atau Al ‘Iwadhu (ganti), artinya “Suatu jenis akad untuk

mengambil manfaat (Ajran) dengan jalan penggantian” (Fiqh Sunnah, jilid 13 hal. 15-Sayyid

Sabiq)

Maksud “manfaat” adalah berguna, yaitu barang yang mempunyai banyak manfaat dan selama

menggunakannya barang tersebut tidak mengalami perubahan atau musnah. Manfaat yang diambil

tidak berbentuk zatnya melainkan sifatnya, dan dibayar sewa. Misalnya, rumah yang

dikontrakkan/disewa mobil disewa untuk perjalanan.

B. Jenis Ijarah

Ada dua jenis Ijarah, pertama didasarkan atas periode/masa sewa biasanya sewa peralatan. Peralatan

itu disewa selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai Operating

Ijarah. Kedua, Ijarah Muntahiyyah Bittamlik (Ijarah Wa Iqtina) yaitu sewa menyewa yang

berkombinasi, bila masa sewa berakhir penyewa boleh membelinya.

C. Teknis Perbankan

Ijarah adalah akad antara Bank (Muajjir) dengan nasabah (Musta’jir) untuk menyewa suatu

barang/obyek sewa (Ma’jur) milik Bank dan Bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang

disewanya.

Ijarah Muntahiyyah Bittamlik adalah perjanjian sewa suatu barang antara Bank (Muajjir) dengan

Nasabah (Musta’jir) yang diakhiri dengan pembelian obyek sewa (Ma’jur).

PRODUK PENYALURAN DANA MUSYARAKAH

A. Fiqih

Musyarakah asal kata dari Syirkah yang berarti percampuran. Menurut ahli fuqaha Musyarakah

berarti : “Akad antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan”.

(Fiqh Sunnah, Jilid 13 hal. 174, Sayyid Sabiq)

Kerjasama diatas bisa berupa modal dan jasa. Sebagai pelaksana/pengelola usaha boleh berasal dari

salah satu anggota penyerta dana atau pihak lain (di luar anggota perkongsian) dan disepakati

bersama.

B. Jenis Syirkah.

Menurut Ulama Fiqih, bentuk kerjasama (syirkah) terbagi dalam beberapa golongan:

1. Syirkah Al ‘Inan, penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak harus

sama jumlahnya dan keuntungannya dibagi secara proporsional dengan jumlah modal

masing-masing atau sesuai dengan kesepakatan.

2. Syirkah Al Mufawadhah, perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerjasama

dilakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata.

3. Syirkah Al Abdan /Al Amal, perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagai

bersama.

4. Syirkah Al Wujuh, peserikatan tanpa modal.

5. Syirkah Al Mudharabah, bentuk kerjasama antara pemilik modal dan seseorang yang punya

keahlian dagang dan keuntungan perdagangan dari modal itu dibagi sesuai dengan

kesepakatan bersama.

C. Teknis Perbankan

Musyarakah adalah akad kerjasama antara Bank dengan nasabah untuk mengikatkan diri dalam

perserikatan modal dalam jumlah yang sama atau berbeda sesuai kesepakatan. Percampuran modal

tersebut digunakan untuk penglolaan proyek /usaha yang layak usaha dan sesuai dengan prinsip

syari’ah. Pembagian keuntungan akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang telah disetujui dalam

akad.

PRODUK PENYALURAN DANA MUDHARABAH

A. Fiqih

Mudharabah atau disebut juga Muqaradhah berarti bepergian untuk urusan

dagang. Secara muamalah berarti pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan

modalnya kepada pekerja / pedagang (mudharib) untuk diperdagangkan /

diusahakan, sedangkan keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan

bersama.

(Subuulussalam jilid III, hal. 275-278, Nailul Authar jilid IV, hal 726-732,

Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4)

B. Teknis Perbankan

Akad Mudharabah adalah akad kerjasama antara Bank selaku pemilik dana

(shahib al maal) dengan nasabah selaku mudharib yang mempunyai keahlian

atau ketrampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil

keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah

yang disepakati.

PROSES PENYALURAN

1. Solisitasiol

itasi yaLakukan solisitasi calon nasabah berdasarkan target pembiayaan yang

ditetapkan dalam Rencana Kerja & Anggaran Tahunan (RKAT), baik target

pasar (bidang usaha) maupun target nasabah

itu

2. InvestigasiYa

ItuLakukan wawancara dengan pemohon untuk memperoleh klarifikasi dan

kelengkapan data / informasi yang ada atau masih diperlukan untuk evaluasi

dan analisa permohonan pembiayaan

Lakukan kunjungan on the spot ke tempat tinggal / tempat usaha

pemohon dan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait

dengan pemohon

Lakukan Trade checking, yaitu pengecekan ke pasar untuk mengatahui

keadaan usaha pemohon, hubungan pemohon dengan para supplier,

para langganan, para pesaing dan sebagainya

3. Analisa Permohonan PembiayaanYaitu me

lakukan analisa terhadap pe

rmohBerdasarkan data dari hasil investigasi, lakukan analisa dan penilaian

terhadap permohonan pembiayaan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan dan kemampuan calon nasabah, meliputi :

1) Character, yaitu watak atau sifat (tingkat siddiq dan amanah)

pemohon. Penilaian terhadap aspek ini dilakukan antara lain

dengan cara meneliti riwayat hidup, reputasi, informasi bank

dan hasil pengecekan pasar (trade checking).

2) Capital, yaitu kemampuan pemohon untuk menyediakan

modal atau kemampuan keuangan calon secara umum.

3) Capacity, yaitu kemampuan (fathanah) calon nasabah untuk

mengelola usahanya.

4) Condition of Economy, situasi sosial ekonomi, politik dan

budaya yang dapat mempengaruhi kondisi perekonomian

pada saat tertentu dan mempengaruhi kegiatan usaha

(produksi, pemasaran dan keuangan) nasabah.

5) Collateral, yaitu penilian atas jaminan yang dapat disediakan

oleh nasabah, baik menyangkut aspek ekonomis maupun

aspek juridis.

onan pembiayaan

4. Persetujuan PembiayaanYai

Penyampaian keputusan rapat/komite terhadap pembiayaan calon debitur, disetujui atau tidak, disampaikan melalui surat serta penentuan waktu untuk penyelesaian administrasi lainnya.

tu

5. Dokumentasi PembiayaanYa

Melakukan pengumpulan semua warkat yang menjadi persyaratan dalam seuah pembiayaan, baik indentitas calon nasabah, indentitas usaha, warkat jaminan dan warkat warkat lainnya.

itu

6. Realisasi PembiayaanYait

Menyerahkan dana ke nasabah dan melakukan akad.

u

7. Pembinaan dan pengawasanYai

T

ULakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kinerja nasabah

pembiayaan, baik secara pasif maupun secara aktif.

Dapatkan informasi yang dikeluarkan secara periodik oleh bagian

operasi pembiayaan, tentang pelaksanaan tahap-tahap realisasi

pembiayaan dan realisasi pembayaran angsuran untuk memastikan

bahwa nasabah pembiayaan melaksanakan kewajibannya dengan baik

tepat pada waktunya.

Berikan segera surat teguran atau peringatan kepada nasabah

pembiayaan dalam kesempatan pertama, manakala nasabah belum

melakukan kewajibannya setelah tanggal yang telah ditentukan

Lakukan kunjungan secara periodik untuk mengetahui atau

memperoleh informasi tentang kegiatan usaha nasabah dan pastikan

bahwa nasabah tetap dalam keadaan mampu memenuhi kewajibannya

8. Penyelesaian Pembiayaan.

Apabila pemecahan masalah-masalah nasabah pembiayaan tidak dapat

diselesaikan dengan lancar, sehingga menyebabkan kualitas pembiayaan

menjadi menurun, maka portfolio yang bermasalah

tersebut dapat ditangani oleh Satuan Tugas Khusus Penyelesaian Pembiayaan

Bermasalah (STK - PPB).

ATURAN MAIN MUDHARABAH

Rukun dan Syarat Mudharabah

1. Rukun

a. Orang yang berakad :

1). Shahibul Maal / Rabbul Maal (pemilik modal)

2). Mudharib (pelaksana / usahawan)

b. Modal (Maal)

c. Kerja / Usaha

d. Keuntungan

e. Akad (Ijab Qobul)

2. Syarat-Syarat

a. Orang yang terkait dalam akad cakap hukum.

b. Syarat Modal yang digunakan harus :

1). Berbentuk uang (bukan barang).

2). Jelas jumlahnya.

3). Tunai (bukan berbentuk hutang).

4). Langsung diserahkan kepada Mudharib..

c. Pembagian keuntungan harus jelas, dan sesuai nisbah yang disepakati.

PROSEDUR

  1. Akad Perjanjian

Didalam akad perjanjian harus disebutkan dengan jelas baik secara tersirat maupun tersurat mengenai tujuan dari kontrak.

  1. Modal

a. Modal hanya diberikan untuk tujuan usaha yang sudah jelas dan

dispakati bersama.

b. Modal harus berupa uang tunai, jelas jenis mata uangnya, dan jelas jumlahnya.

c. Modal diserahkan kepada mudharib seluruhnya (100%) lumpsum.

d. Jika modal diserahkan secara bertahap maka harus jelas tahapannya dan disepakati Bersama.

e. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk studi kelayakan (feasibilitystudy) atau sejenisnya tidak termasuk dalam bagian dari modal.

Pembayaran biaya-biaya tersebut ditetapkan berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak.

3. Bagi Hasil

a. Keuntungan yang diperoleh merupakan hasil dari pengelolaandana pembiayaan mudharabah yang diberikan.

b. Besar pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbahyang disepakati.

c. Mudharib harus membayarkan bagian keuntungan yang menjadi

hak Bank secara berkala sesuai dengan periode yang disepakati.

d. Bank tidak akan menerima pembagian keuntungan, bila terjadi kegagalan atau wanprestasi yang terjadi bukan karena kelalaian mudharib.

e. Bila terjadi kegagalan usaha yang mengakibatkan kerugian yangdisebabkan oleh kelalaianmudharib, maka kerugian tersebutharus ditanggung oleh mudharib (menjadi piutang Bank).

4. Pekerjaan / Usaha

a. Bank berhak melakukan pengawasan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha Mudharib.

b. Bank sebagai penyedia dana tidak boleh membatasi usaha/tindakan mudharib dalam menjalankan usahanya, kecuali sebatas perjanjian (usaha yang telah ditetapkan) atau yang menyimpang dari aturan syari’ah.

C. Dokumentasi

1. Surat Persetujuan Prinsip (Offering Letter).

2. Akad Pembiayaan Mudharabah.

3. Perjanjian pengikatan jaminan.

4. Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan.

5. Tanda Terima Uang oleh nasabah.

PENYELESAIAN PENYALURAN DANA BERMASALAH

melaksanakan upaya-upaya penyelesaian,

meliputi :

Melakukan musyawarah dengan nasabah untuk mencari penyelesaian terbaik

Nasabah menyelesaikan / melunasi fasilitas penyaluran dana yang diterimanya dengan Menggunakan sumber dana manapun yang baik dengan mendapatkan potongan (discount) tetentu

Nasabah menjual sebagian hartanya untuk menyelesaikan / melunasi fasilitas penyaluran dana yang diperolehnya dari Bank.

Bank bersama-sama dengan nasabah menjual jaminan atas fasilitas penyaluran dana dan hasilnya digunakan untuk pelunasan

Bank membeli jaminan atas fasilitas penyaluran dana untuk mempercepat penyelesaian / pelunasan

Melakukan upaya penyelesaian dengan menempuh jalur arbitrase dan atau litigasi melalui Pengadilan Negeri setempat

Senin, 31 Mei 2010

MISSION (IM) POSSIBLE PERBANKAN SYARIAH

Pada akhir 2007, total aset perbankan syariah berhasil mencapai Rp 36,5 triliun, sedikit lebih tinggi dari perkiraan Karim Business Consulting yang mematok angka Rp 35 triliun. Ini adalah pertumbuhan tertinggi yang pernah dibukukan oleh industri perbankan syariah, yaitu mendekati Rp 10 triliun dibandingkan dengan pencapaian pada 2006.

Prestasi lain yang dicatat perbankan syariah pada triwulan IV 2007 adalah penurunan non performing financing (NPF) pada triwulan IV 2007 hingga mencapai level 4,05 persen per Desember 2007, setelah pada tiga triwulan sebelumnya terjadi tren kenaikan NPF. Penurunan NPF di akhir 2007 merupakan pertanda baik untuk membuka lembaran baru di awal 2008.

Penurunan tingkat pembiayaan bermasalah pada Desember 2007 ditunjang oleh semakin berkurangnya nominal pembiayaan bermasalah (kolektibilitas 3 sampai dengan 5) dari Rp 1,5 triliun pada November 2007 menjadi Rp 1,1 triliun pada Desember 2007 serta peningkatan ekspansi pembiayaan dari Rp 26,5 triliun pada November 2007 menjadi Rp 27,9 triliun pada Desember 2007.

Pada 2008, Karim Business Consulting memperkirakan total aset perbankan syariah akan mencapai Rp 50 triliun bila industri bertumbuh normal. Ini berarti akan ada peningkatan sekitar Rp 15 triliun pada 2008, suatu kenaikan angka yang belum pernah dicapai sejak 1992. Itu pun telah memasukkan asumsi adanya beberapa unit usaha syariah (UUS) dan bank umum syariah (BUS) baru di tahun ini.

Dari Rp 15 triliun tersebut, separuh di antaranya diperkirakan akan disumbangkan oleh dua bank syariah terbesar yaitu Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat masing-masing Rp 4 triliun dan Rp 3 triliun, sedangkan Bank Mega Syariah menyumbangkan tambahan aset sebesar Rp 1 triliun. Pada 2007, kedua bank ini menguasai 64,47 persen pangsa pasar perbankan syariah, yang bila ditambah dengan Bank Mega Syariah, maka ketiga bank umum syariah menguasai 71,58 persen pangsa pasar.

Pada 2007 itu, UUS yang berkantor pusat di Jakarta menguasai 23,74 persen pangsa pasar, sedangkan UUS yang berkantor pusat di luar Jakarta menguasai 4,68 persen pangsa pasar. Tiga pemain besar dalam kategori UUS adalah BNI Syariah, BRI Syariah, dan Bank Niaga Syariah yang menguasai 12,91 persen pangsa pasar. Bila memasukkan Bank BTN, Bank Danamon, Bank Permata, dan Bank Bukopin maka tujuh besar UUS bank tersebut menguasai 20,87 persen pangsa pasar.

Bank pembangunan daerah (BPD) yang menawarkan produk dan jasa berdasarkan prinsip syariah juga semakin berkembang pada 2007. Terdapat empat BPD yang mulai membuka layanan syariah pada 2007 yakni BPD DIY, Bank Jatim, Bank Sulsel, dan Bank Nagari. Keempat BPD ini melengkapi 10 BPD lainnya (Bank Jabar, Bank DKI, Bank Riau, Bank Sumut, BPD Aceh, Bank Kalsel, BPD NTB, Bank Kalbar, Bank Sumsel, dan Bank Kaltim). Keseluruhan BPD tersebut menguasai 5,64 persen pangsa pasar, dengan tiga besar BPD yang memiliki pangsa terbesar yakni Bank Jabar, Bank DKI, dan BPD Aceh.

Dengan total aset UUS per 2007 yang baru mencapai Rp 10,4 triliun, mampukah mereka menyumbangkan kenaikan aset Rp 7,5 triliun pada 2008 untuk mencapai total aset industri perbankan Rp 50 triliun? UUS yang berkantor pusat di Jakarta diperkirakan mampu menyumbang tambahan Rp 6,2 triliun, sedangkan yang berkantor pusat di luar Jakarta mampu menyumbangkan tambahan Rp 800 miliar. Total kontribusi bank pembangunan daerah dalam peningkatan Rp 15 triliun tersebut diperkirakan mencapai Rp 1 triliun.

Program Akselerasi Bank Indonesia menargetkan 5 persen dari pangsa perbankan nasional yang ekuivalen dengan Rp 91,57 triliun di akhir 2008. Dapatkah target tersebut tercapai? Target akselerasi tersebut akan dapat tercapai dengan beberapa persyaratan, antara lain: Pertama, segera diterbitkannya PSAK dan PAPSI baru yang mengatur tentang pembiayaan murabahah. Kedua, segera diterbitkannya instrumen investasi syariah yang kompetitif untuk menyerap ekses likuiditas perbankan syariah, misalnya SBI Syariah dan SBSN (Surat Berharga Syariah Negara). Ketiga, strategi inovasi dan sinergi perbankan syariah.

Pertama, penerbitan PSAK dan PAPSI baru yang mengatur tentang pembiayaan murabahah diperlukan sebagai tambahan dari PSAK dan PAPSI yang telah mengatur tentang transaksi murabahah. Hal ini diperlukan sebagai solusi jangka pendek sebelum disempurnakannya kebijakan PPN sehingga tidak ada pajak berganda terkait transaksi murabahah. Penerbitan PSAK dan PAPSI baru terkait pembiayaan murabahah ini merupakan langkah taktis yang bisa dilakukan secara langsung oleh industri perbankan syariah sebelum diterbitkannya solusi yang lebih komprehensif melalui kebijakan/undang-undang baru yang mengatur PPN atas transaksi syariah.

Ketidakpastian tentang PPN murabahah merupakan salah satu sumber yang menahan laju ekspansi pembiayaan bank syariah. Terbitnya PSAK baru di akhir 2007 merupakan langkah maju dari IAI, namun masih menyisakan pekerjaan rumah karena dalam PSAK tersebut diterangkan bahwa transaksi murabahah adalah transaksi jual beli, sehingga isu terkait PPN murabahah ini belum bisa dituntaskan. Problem ketidakpastian PPN murabahah ini juga menyebabkan investor dari luar negeri menjadi kurang berminat berinvestasi syariah di Indonesia.

Kedua, penerbitan instrumen investasi syariah yang kompetitif untuk menyerap ekses likuiditas perbankan syariah. Instrumen ini bisa diterbitkan oleh Bank Indonesia, pemerintah, maupun pihak swasta. Terbitnya SBI Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) merupakan instrumen investasi yang diperlukan untuk memacu perkembangan perbankan syariah. Instrumen Sertifikat Wadiah bank Indonesia (SWBI) dengan tingkat return yang relatif menyebabkan perbankan syariah tidak memiliki banyak pilihan instrumen investasi yang kompetitif ketika terjadi ekses likuiditas, sehingga ekspansi penghimpunan dana menjadi tertahan.

Keberadaan SBI Syariah dengan tingkat return yang setara atau mendekati tingkat bunga SBI konvesional akan menjadi pilihan instrumen investasi yang menarik ketika masih diperlukannya waktu analisis sebelum penyaluran pembiayaan yang prudent dan berkualitas. Ketersediaan SBI Syariah, SBSN, dan instrumen investasi yang kompetitif lainnya akan membuat bank syariah bersemangat untuk menghimpun dana pihak ketiga yang pada gilirannya diharapkan mampu menggenjot perkembangan aset perbankan syariah. Pembahasan secara intensif RUU SBSN dan RUU Perbankan Syariah di bulan Januari 2008 merupakan sinyal positif bagi pengembangan perbankan syariah.

Ketiga, strategi inovasi dan sinergi perbankan syariah diperlukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap perbankan syariah. Proses sosialisasi secara masif perlu dilanjutkan dan diikuti dengan inovasi dan sinergi perbankan syariah. Masyarakat yang sudah tahu keberadaan bank syariah, akan beranjak untuk tertarik dan mencoba produk dan layanan syariah. Pada titik inilah, bank syariah tidak bisa sekadar menonjolkan aspek kesyariahannya, namun perlu diikuti dengan aksesibilitas yang mudah, fasilitas/produk yang beragam dan kompetitif, serta kualitas pelayanan yang prima.

Aksesibilitas, fasilitas, dan kualitas pelayanan menjadi hal penting agar masyarakat menjadi semakin tertarik dan bangga dengan bank syariah yang tidak sekadar khas dengan karakteristik syariahnya. Apabila ketiga hal tersebut tidak dapat disediakan oleh bank syariah, maka masyarakat menemukan kekecewaan karena keterbatasan bank syariah, timbul persepsi buruk, dan akhirnya menjadi kampanye negatif terkait keberadaan bank syariah. Strategi inovasi dan sinergi akan memacu bank syariah untuk mengombinasikan pendalaman terhadap kebutuhan nasabah serta keluasan solusi yang bisa ditawarkan dengan mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki.

Dengan berbagai upaya tersebut, akankah target 5 persen akselerasi perbankan syariah tercapai? Dalam suatu hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, ''Aku (Allah SWT) akan beserta prasangka hamba-Ku.'' Tekad, keyakinan, dan kepasrahan perlu kita pupuk serta ikuti dengan kerja keras dan kerja cerdas. Ingatlah kisah Siti Hajar yang ditinggal Nabi Ibrahim bersama bayi Ismail di tengah padang pasir. Beliau yakin dan pasrah, yang diikuti ikhtiar berlari dari bukit Shafa dan Marwah, yang akhirnya keluarlah air zamzam dari kaki Ismail yang tetap bermanfaat dan abadi sampai dengan sekarang.

Siapakah lagi yang akan memiliki keyakinan dan ikhtiar untuk pengembangan perbankan syariah? Jawabannya adalah siapa lagi kalau bukan kita sebagai stake-holders perbankan syariah. Membulatkan tekad dan keyakinan, meluruskan niat, menyempurnakan ikhtiar adalah tugas kita, sedangkan hasil adalah urusan dan hak Allah SWT. Man jadda wa jada, jika kita bersungguh-sungguh, maka kita akan bisa.