Sabtu, 15 Mei 2010

PERTUMBUHAN BANK SYARIAH
LEMBAGA KEUANGAN
STRUKTUR

KLIRING

Kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.
Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya.
Proses kliring adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin risiko, netting [1] [2] transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan
Prosedur Pelaksanaan Kliring Bank Dalam Praktek Perbankan (Studi Kasus Pt.Bank Mandiri Persero Tbk Cbg Tebing Tinggi)

Pada prinsipnya tidak semua warkat-warkat yang dikliringkan itu selamanya tertagih, bahkan ada juga warkat kliring yang ditolak pembayarannya. Penulisan skripsi ini adalah penulisan hukum normatif, hal ini dilakukan untuk mengetahui substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau prilaku yang teratur, merupakan norma-norma hukum yang menyangkut tentang prosedur pelaksanaan kliring bank dalam praktek perbankan yaitu Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Sifat dari penulisan skripsi ini adalah bersirat deskriptif sebab akan menggambarkan dan meluksikan asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penulisan ini. Adapun prosedur pelaksanaan kliring bank itu di mana seseorang yang menyetorkan warkat untuk dikliringkan harus mengisi slip setoran kliring. Slip setoran kliring yang telah diisi diserahkan kepada kasir/petugas loket beserta warkat yang hendak dikliringkan. Kemudian akan diperiksa kebenaran pengisian slip setoran dan warkat yang diterima dari penyetor, baik lembar ataupun jumlah nominalnya dan tanda tangan, apabila benar maka kasir akan memberi cap pada slip setoran kliring pada waktunya. Kemudian petugas loket/kasir akan memberikan lembar ketiga dari slip setoran kliring pada penyetor warkat. Kemudian petugas bagian kliring akan menginput ke komputer untuk membuat catatan. Kemudian dibukukan menurut kliring bank masing-masing yang disetor ke bank dalam neraca kliring. Sebelum warkat kliring dibawa ke pertemuan kliring petugas kliring akan mencocokkan jumlah nominal warkat dengan jumlah yang telah diinput ke komputer. Hal ini untuk menghindari adanya selisih antara jumlah nominal dalam warkat dengan jumlah yang telah diinput ke komputer. Apabila terdapat selisih, maka selisih tersebut harus dicari sebelum petugas kliring berangkat ke tempat pertemuan kliring.





Sistem kliring bank indonesia
Di era tahun 1990-an sempat beredar isu ada satu bank swasta nasional yang diberitakan mengalami kalah kliring besar. Dan kondisi panik pun menerpa masyarakat khususnya mereka yang memiliki dana di bank tersebut. Untunglah ada tulisan di sebuah media massa nasional yang menegaskan bahwa kalah kliring dalam aktifitas perbankan itu sesuatu yang biasa. Bisa saja di satu hari sebuah bank mengalami kalah kliring besar, tapi keesokan harinya justru mengalami kondisi sebaliknya. Kepanikan nasabahpun mereda. Lalu apa yang dimaksud dengan kalah kliring ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, arti kliring adalah pertukaran warkat (bisa berupa cek, giro/bilyet, nota debet/kredit dan lainnya) atau data keuangan elektronik antar peserta (bank) kliring baik atas nama peserta (bank) maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Jadi, jika ada peserta (bank) kliring yang mengalami kalah kliring itu artinya bank tersebut mendapat banyak kewajiban pembayaran ke sejumlah peserta (bank) kliring lainnya yang tak sebanding dengan hak (tagihan) pembayaran pada satu hari kerja kliring.
BI sebagaimana diamanatkan UU No.23 Tahun 1999 tentang BI yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, mendapatkan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran (Pasal 8 butir b). UU ini juga memberi mandat ke BI untuk menyelenggarakan sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan valuta asing (pasal 16). Posisi BI adalah selaku penyelenggara sistem kliring. BI juga bisa menunjuk pihak lain selaku pelaksana kliring antarbank jika di daerah itu tidak ada kantor Bank Indonesia. Misalnya, BI menunjuk sebuah bank di kota Magelang sebagai pelaksana kliring di wilayah tersebut.
Lalu mengapa BI menyelenggararakan sistem kliring antar bank? Jawabnya untuk mempermudah cara pembayaran dalam rangka memperlancar transaksi perekonomian dengan perantaraan perbankan sebagai peserta kliring dan BI sebagai penyelenggara kliring. Dengan adanya kliring antarbank diharapkan pemakaian alat-alat lalu lintas pembayaran giral (cek, bilyet giro, nota debet, nota kredit dan lainnya) akan meningkat. Dari sini diharapkan akan terjadi lonjakan pula simpanan dana masyarakat di bank yang nantinya dapat dipakai untuk membiayai sektor-sektor produktif di masyarakat.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer.
Dalam proses kliring terkadang ada warkat (bilyet giro atau cek) yang dikeluarkan seorang nasabah bank (penarik) ditolak oleh bank (tertarik) karena sejumlah sebab. Alasan yang kerap muncul adalah karena di rekening si penarik tak cukup dana untuk melakukan proses kliring. Jika si penarik tadi mengeluarkan kembali bilyet giro atau cek yang tak disertai dana yang cukup akan dikenakan sanksi masuk daftar hitam. Konsekuensi seseorang masuk dalam daftar hitam, ia tak bisa membuka rekening giro di bank manapun di satu wilayah untuk kurun waktu tertentu.
PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan Undang -undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien. KPEI didirikan sebagai perseroan terbatas berdasarkan akte pendirian No. 8 tanggal 5 Agustus 1996 di Jakarta oleh PT Bursa Efek Jakarta dan PT Bursa Efek Surabaya dengan kepemilikan masing-masing 90% dan 10% dari total saham pendiri senilai Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal 24 September 1996 dengan pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Pada tanggal 1 Juni 1998, Perseroan mendapat izin usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998.
Pada tahun 2000 dengan diterapkannya Scripless Trading atau perdagangan tanpa warkat, KPEI sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan meluncurkan e-CLEARS® pada Juli 2000.
Ruang lingkup kegiatan kliring
• Melaksanakan kegiatan kliring atas semua transaksi bursa untuk produk ekuitas, derivatif dan obligasi pada bursa efek di Indonesia.
• Melaksanakan proses penentuan hak dan kewajiban anggota kliring yang timbul di transaksi bursa
Ruang lingkup kegiatan penjaminan
• Melaksanakan penjaminan penyelesaian transaksi bursa untuk produk ekuitas dan produk derivatif.
• Memberikan kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi Anggota kliring yang timbul dari transaksi bursa.


Sekilas tentang layanan KPEI
Jasa kliring transaksi bursa
KPEI sebagai mitra pengimbang sentral (central counterparty) dalam kegiatan kliring dan penyelesaian transaksi terhadap lebih dari 120 perusahaan efek yang terdaftar di bursa, berkewajiban untuk menerapkan standard-standard internasional dalam proses otomatisasi proses kliring dan penyelesaian transaksi bursa. Dengan demikian proses kliring, penyelesaian transaksi, dan penjaminan dapat berjalan dengan lebih wajar, teratur, efisien sehingga dapat meminimisasi risiko penyelesaian transaksi bursa baik saham maupun derivatif.
Proses kliring adalah suatu proses penentuan hak dan kewajiban anggota kliring (AK) yang timbul dari transaksi efek yang dilakukannya di bursa efek. Adapun tujuan dari proses kliring tersebut adalah agar masing-masing AK mengetahui hak dan kewajiban baik berupa efek maupun uang yang harus diselesaikan pada tanggal penyelesaian Transaksi Bursa.
Kliring dan penyelesaian transaksi ekuiti
KPEI menggunakan pendekatan netting dengan novasi dalam melakukan kliring transaksi bursa untuk produk ekuiti. Kliring secara netting dengan novasi diterapkan bagi seluruh Transaksi Bursa yang terjadi di setiap segmen pasar, yaitu pasar reguler (RG), pasar segera (SG), dan pasar tunai (TN).
Solusi KPEI untuk menangani proses kliring & penyelesaian transaksi bursa untuk produk ekuiti adalah sistem e-CLEARS (Electronic Clearing & Guarantee System).
Sistem yang berbasis web tersebut dibangun untuk meningkatkan akurasi, kecepatan, dan keamanan proses kliring dan penyelesaian transaksi bursa. Seluruh kegiatan kliring yang meliputi validasi transaksi bursa, netting, novasi, positioning, hingga proses reporting dilakukan melalui sistem e-CLEARS.
Kliring dan penyelesaian transaksi derivatif
Produk derivatif bursa yang proses kliring dan penyelesaian transaksinya ditangani oleh KPEI adalah :
1. Kontrak Berjangka Indeks Efek/KBIE (KBIE) yang meliputi LQ45 Futures, DOWSX, dan JPFSX yang ditransaksikan di BES.
2. Kontrak Opsi Saham (KOS) yang ditransaksikan di BEJ.
KPEI melakukan proses kliring secara netting baik untuk instrumen KBIE maupun instrumen KOS.
KPEI membangun sistem "R-Mol & Cash Management" untuk mendukung proses kliring, penjaminan dan penyelesaian transaksi KBIE serta KOS tersebut. Sistem yang memadukan teknologi client-server dan web base tersebut menangani keseluruhan proses kliring, penyelesaian transaksi, administrasi dan pelaporan, hingga risk monitoring transaksi KBIE.
Kliring dan Penyelesaian Transaksi Obigasi
KPEI mendukung perdagangan transaksi obligasi di bursa efek dengan menyediakan jasa kliring dan penyelesaian transaksi obligasi melalui sistem e-BOCS. Seluruh kegiatan; kliring, konfirmasi dan afirmasi penyelesaian transaksi hingga administrasi pajak dilakukan melalui e-BOCS.
Jasa penjaminan
KPEI menyediakan jasa penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa bagi AK yang bertransaksi di BEJ maupun di BES. Jasa penjaminan adalah jasa untuk memberikan kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban AK yang timbul dari transaksi bursa. Dengan kata lain fungsi penjaminan bertujuan memberi kepastian terselenggaranya Transaksi Bursa bagi AK yang sudah memenuhi kewajibannya, kepastian waktu penyelesaian, penurunan frekuensi kegagalan penyelesaian transaksi, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan investor untuk bertransaksi di pasar modal Indonesia.
Dalam fungsi penjaminan, KPEI bertindak sebagai mitra pengimbang / lawan (counterparty) bagi seluruh AK yang bertransaksi di Bursa. Hal tersebut dimungkinkan dengan kliring secara netting dengan novasi, sehingga masing-masing AK hanya berhubungan dengan KPEI dalam penyelesaian Transaksi Bursanya. Dengan demikian risiko dari masing-masing AK diserap oleh KPEI sehingga tidak menimbulkan gangguan lebih jauh terhadap pasar.
Penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa adalah kewajiban KPEI untuk seketika dan langsung mengambil alih tanggung jawab AK yang gagal memenuhi kewajiban yang terkait dengan Transaksi Bursa yang dilakukannya. KPEI wajib menyelesaikan setiap kegagalan AK dalam melakukan transaksi Bursa.
KPEI menjalankan fungsi penjaminan melalui system e-CLEARS, dibantu dengan sistem pendukung lainnya yaitu ARMS (Automated Risk Monitoring System). Sistem ARMS yang diintegrasikan dengan sistem e-CLEARS, membuat keseluruhan proses kliring dan penjaminan dapat berjalan dengan lebih selaras dan tidak bertele-tele sehingga memudahkan AK dalam Penyelesaian transaksi bursa.
Melalui sistem e-CLEARS(r) dan ARMS, KPEI mengendalikan risiko-risiko yang berpotensi mengakibatkan kegagalan Transaksi Bursa. Kegiatan pengendalian risiko tersebut meliputi:
• Pemantauan profil risiko keanggotaan
• Pemantauan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD)
• Penilaian dan pemantauan agunan
• Penentuan dan pemantauan pembatasan perdagangan (Trading Limit)
• Pengelolaan dana jaminan
Jasa pinjam meminjam efek
KPEI menyediakan jasa pinjam meminjam efek (PME) dengan tujuan untuk membantu AK untuk memenuhi kebutuhan efek sementara untuk menghindari terjadinya kegagalan penyelesaian transaksi bursa.
Anggota kliring dan bank kustodian wajib mendaftar untuk menjadi pemberi pinjaman/peminjam/pemberi dan peminjam di dalam mekanisme PME KPEI. Segera setelah terdaftar sebagai partisipan PME, AK dan BK yang bersangkutan dapat dengan segera mengaktifkan modul PME yang terintegrasi di dalam system e-CLEARS®.
Jasa terkait pasar modal lain
Sesuai dengan ketentuan di dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, KPEI dapat menawarkan jasa lain di lingkungan pasar modal.
Prinsip kerja KPEI
KPEI sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan mempunyai fungsi sebagai Central Counterparty (Mitra Pengimbang Sentral) yang menjamin kepastian penyelesaian transaksi di bursa efek.
Bertindak sebagai Central Counterparty, KPEI menerapkan kliring novasi yang dimana hubungan hukum antar Anggota Kliring yang menimbulkan hak dan kewajiban atas transaksi bursa yang dilakukannya, beralih menjadi hubungan hukum atara Anggota Kliring yang bersangkutan dengan KPEI

manajemen perkreditan

1. PENGANTAR
Seperti telah disebut-sebut sebelumnya, sesudah bank berhasil memenuhi kebutuhan
akan likuikitas melalui penyediaancadanganprimer dan cadangan sekunder secaramemadai,
maka prioritas berikutnya ialah pemasokan kredit untuk para nasabah.
Tidak ada yang menyangsikan bahwa pemasokan kredit bagi nasabah di samping
merupakan fungsi ,utama,juga merupakan sumber utama pendapatan bank pada umumnya.
Tambahan pula selain itu, pemasokan kredit juga merupakan kegiatan bank yang pada
umumnyadapat menumbuhkanpermintaan akanjasa-jasa bankjenis lainnya seperti misalnya
transaksi transfer dan transaksi valuta asing, dan tidak jarang bahkankegiatan pemasokan
kredit tersebutjuga membawa dampak berupa meningkatnya dana simpanan para nasabah
dalam berbagai bentuknya, yaitu: giro, deposito atau tabungan. '
Oalam bab ini akan diuraikan mengenai masalah pengelolaan kredit-bank. Masalah
pengelolaan kredit atau 'credit management' tersebut cakupannya cukup luas. Pengetahuan
mengenai keaneka ragaman kredit untuk nasabah beserta karakteristik setiap jenis kredit
periu difahamioleh setiap pimpinan bank. Oemikian juga mengenai ketentuan-ketentuan
yang berlaku yang mengatur tentang-kredit perbankan periu difahami juga. Selain faktorfaktor
internal, seperti misalnya strukturdan besarnya aktiva bank yang tersedia, strukturdan
besarnya pasiva bank yang tersedia, jenis, keadaan dan komposisi sarana perbankan dan
personalia yang ada, faktor-faktor eksternal seperti misalnya suasana dunia usaha pada
umumnya dan suasana bisnis perb&nkanpada khususnya, lokasi bank dan lain sebagainya,
merupakan variabel-variabel yang perlu mendapatkan perhatian dari para pengelola bank,
khususnya dalam merumuskan kebijakan manajemen bank pada umumnya dan kebijakan
manajemen perkreditan pada khususnya.
2. FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERHA TIKAN DALAM
MERUMUSKAN KEBIJAKAN KREDIT
Seperti telah diuraikan di depan, fungsi penciptaan kredit merupakan salah satu fungsi
pokok untuksetiapbank.Inimembawakonsekuensibahwauntuksemuabank,keberhasilannya
dalam pengelolaan kredit turut menentukan keberhasilan bank dalam menghasilkan laba
maupun juga dalam mempertahankan kelestariannya.
96
Dalam menentukan kebijakan perkreditan, seperti halnya juga dengan kebijakankebijakan
di bidang lain, banyak faktor yang perlu diperhatikan oleh bank. Pada garis
besarnya faktor-faktor tersebut adalah sebagai di bawah ini:
A. FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN:
Bank menjalankan kegiatannya bukanlah dalam alam yang hampa, melainkan dalam
lingkungan yang penuh dengan dinamika. Unsur-unsur yang membentuk lingkungan bisnis
.perbankanyangpokokialah:
I. Suasan~politik dan ekonomi dunia
2. Suasana sosial, politik, kepemerintahan dan hukum nasional.
3. Suasana dunia usaha dan suasana bisnis perbaQkanna~ionaldan lokal.
4. Struktur perbankan yang ada.
5. Keanekaragamanjenis produkjasa perbankan padaumumnya danjenis kredit perbankan
pada khususnya, baik yang ada maupun yang potensial bisa dikembangkan.
B. KEADAAN PERSAINGAN:
Tereakup dalam pehgertian persaingan di sini ialah struktur perbankan/'banking structure'
dalam perekonomian, seperti dimaksudkan dalam butir A4 di atas.Pada dasarnya
pengetahuan mengenai keadaan persainganyang dihadapi oleh sebuah bank merupakan hasil
analisis data faktor-faktor lingkungan dan beniuk-bentuk pasar yang terdapat dalam
perekonomian. Pembedaan bentuk-bentuk pasal-,seperti yang banyakdisajikan oleh bukubuku
teks ekonomi mikro ke dalam bentuk-bentuk pasar monopoli, oligopoli, persaingan
monopolistik dan persaingan sempurna, intinya sangat berguna dalam membuat analisis
keadaan persaingan dalam dunia perbankan, sekalipun penjabarannya dalam-dunia nyata
masalahnya pada umumnya jauh lebih kompleks lagi.
Dari analisis .mengenai keadaan persaingan di pasar, diharapkan dapat diperoleh
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Bagaimanaposisibank dipasarpenjualan: monopoli,oligopoli, persaingan monopolistik
ataukah poli-poli?
b. Bagaimana posisi bank di pasar pembelian: monops.Jni,oIigopsoni, ataukah monopoli
bilateral?
e. Jenis persaingan yang ada: apakah persaingan bunga/ interest competition' ataukah
persaingan nonbunga.
Untuk perekonomian kita pada masa-masa sekarang dapat diduga bahwa bentuk
pasar yang dijumpai oleh bank-bank pada umumnya berkisar pada bentuk-bentuk pasar
oligopoli, persaingan monopolistikdan poli-poli. Bank yang besar-besar, yang kebijakankebijakannya
memiliki dampak yang eukup kuat dalam pasar adalah eukup beralasan
untuk dikatakan memiliki bentuk pasar oligopoli. Sedangkan untuk bank-bank ukuran
menengah dan keeil yang berlokasi di kota-kota besar, eenderung memiliki bentuk pasar
persaingan monopolistik.
97
--
- ----
c. KEADAAN MELEKAT PADA BANK:
Seperti halnya tidak akan dijumpainya dua orang yang seratus persen sarna, kita dapat
mengatakanjuga di duniaini tidak akan dij"umpaiadanya dua ballkyang seratus persen sarna.
Perbedaan tersebut membawa konsekuensi berupa tidak samanya kinerja yang dicapai oleh
bank yang satu dengan yang dicapai oleh bank yang lain, sekalipun kedua bank tersebut
beropearsi dalam lingkungan yang sarna.
Adapun faktor-faktor yang memb~dakan antara bank/yang satu dengan bank Yattglain,
yang berartijuga yang menyebabkan berbedanya kemampuan bersaing antara bank yang satu
dengan bank yang lain, yang sangat pokok ialah:
1. Struktur organisasi internal bank.
2. Jumlah, mutu dan susunan aktiva, pasiva dan sumber-sumber daya lainnya yang tersedia
bagi bank.
4. Temperamen dan sikap para pemegang pimpinan bank dan para karyawan bank.
5. Lokasi bank.
3. KETENTUAN-KETENTUAN YANG BERLAKU:
Dalam merumuskan kebijakan bank di bidang pemberian pinjaman kepada fi~ak
ketiga, para pengelola bank dengan sendirinya hams memperhatikan di samping faktorfaktor
lingkungan dan faktor-faktor persaingan, juga kebijakian-kebijakan Pemerintah,
termasuk di dalamnya kebijakan-kebijakan Bank Sentral. Kebijakan-kebijakan Pemerintah
dan kebijakan-kebijakan Bank Sentral tersebut tertuang dalam peraturan-p~r~turan hukum '
yang beraneka ragam bentuknya, dari, peraturan-peraturan hukum yang terkodifikasi
dalam kitab undang-undang (khususnya Kit-abUndang-Undang Hukum Perdata dan Kitab
Uhdang-Undang Hukum Dagang) maupun tidak terkodifikasi, peraturan-peraturan
Pemerintah, keputusan-keputusan 'Presiden, keputusan-keputusan Menteri, sampai juga
yang berbentuk surat-sural edaran Gubernur Bank Indonesia. Di bawah ini disajikan uraian
singkat mengenai ketentuan-ketentuan pokok di bidang perkreditan yang berlaku di
,Indonesia 1.
Pengertian
. Pinjaman yang diberikan oleh bank (yaitu yang biasa disebut kredit) dapat didefinisikan
sebagai penyediaan uang a au tagihan-tagihan yang dapat disarnakan dengan itu berdasarkan
persetujuan pinjarn-memin jam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjarn
berkewajiban mehinasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang
telah ditetapkan dalarn perjanjian.
Macam Kredit Berdasarkan Jangka Waktu Kredit
Kalau didasarkan pada jan gka waktu kredit, biasa dibedakan tiga jenis kredit, yaitu:'
1. ~redit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun. Dalarn
kredit jangka pendek juga termasuk kredit untuk tanarnan musiman yang berjangka
waktu lebih dari 1 tahun.
98
2. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangkawaktu antara 1 tahtm sampai
dengan 3 tahun, kecuali kredit untuk tanaman musiman tei1entu.
3. Kreditjangkapanjang, yaitu kredit_yan8berjangka waktu lebih dfIri3 tahun.
Macam Kredit Berdasarkan Pemakai Atau Berdasarkan Tujuan
Yang dimaksud dengan pemalGiikredit ialah fihak yang menerima kredit. Mengingat
bahwa pennintaan akan kredit timbul dari adanya kebutuhan dari fihak peminta kredit untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran yang direncanakan, maka penggolongan kredit
berdfsarkan tujuan erat sekali dengan penggolongan kredit berdasarkan pemakai.
Berdasarkan perbedaan pemakainy~, maka kreditperbankan bisa dibedakan antara:
kredit konsumen, kredit produsen, kredit antar bank, dan terutama di negara-negara maju
juga kredit kepada pemerintah. Kredit produksi dalam artian yang luas mencakupjugakredi{
perdagangan, kredit ekspor, kredit impor, kredit persediaan, 'equipment leasing', kredit
pertaniart,kredit 'realestate' dan sebagainyalagi. '
Jaminan kredit
Menurut ketentuful yang berlaku, bank umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan
kepada siapapunjuga. Yang dimaksud denganjam inan adalahJaminan dalarn arti luas yaitu
jaminan yang bersifat materiil maupun yang bersifat immateriil. Fungsi pe~beriailjami~an
tersebut adalah guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan
pelunasan dengan ba,rang-barangjaminan tersebut bilamana debitur bercidera janji tidak
membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam' perjanjian. Agar
supaya bank dapat melaksanakaifhak dan kekuasaan atas barang'Jaminan teimaksud, inaka
perlu terlebih dahulu dilakukan pengikatan.,secarayuridis formal atas barang jaminan yang
bersangkutan menuruthukum yang-berlaku.
FasUi~ kredit
Kepada fihak-fihak tertentu, antara lain ialah kepada anggotakoinisaris, anggotadireksi,
pemegang saham, perusahaan yang sebagian hak kepemilikannya dimiliki oleh bank, bank
dibenarkan untuk menyediakan fasilitas kredit yangbesarnya dib~tasi oleh ketentuanketentuan
yang berlaku, yang nampaknya pada umumnya merupakan pembatasan terhadap
keleluasaan bank'dalam pemberian kredit.
Sebagai contoh misalnya ketentuan pemberian fasilitas kredit kepada perusahaan yang
sebagian hak kepemilikannya dimiliki oleh bank, berlaku ketentuan bahwa perusahCl'fUl
tersebut diperlakukan sarna dengan debitur atau debitur grup biasa, sehingga terkena
ketentuan batas maksimum pemberian kredit sebesar 20% dari modal seIJfliribank untuk
setiap perusahaan dan sebesar 50% dari modal sendiri bank untuk perusahaan group.
Fasilitas cerukan
Yang dimaksud dengan cerukan adalah pemberian fasilitas pelampauan penarikan atas
saldo rekening giro yang tersedia secara efektif atau pelampauan at;a&m.aksimum pinjaman
yang diberikan berdasarkan akad kredit.
99
---
Mengenai cerukan. bank dapat mempertimbangkan pemberian fasilitas cerukan bagi
para nasabahnya. berdasarkan penilaian terhadap bonafiditas nasabah yang bersangkutan.
dengan ketentuan antara lain ialah bahwa besarnya cerukan yang dapat diberikan kepada
nasabah secara individual setinggi tingginya adalah:
a. Bagi nasabah giro.-sebesar15persen dati saldo rekening giro yangtersedia secaraefektip
pada saat terjadinya cerukan.
b. Bagi nasat>ahdebitur. sebesar 15 persen dari maksimum pinjaman yang diberikan
berdasarkan akad kredit.
4. KARAKTERI5.TIK BEBERAPA JENIS KREDIT
Pada sub-bab 3 telah diuraikan beberapajenis kredit bank. Adapun uraian yang disajikrm
pada sub-bab ters~but ditekankan pada aspek peratl)ran-peraturan hukumnya. Untuk maksudmaksud
p~ngambi1an keputusan manajerial dalam bidang perkreditan tidak hanya pengetahuan
tentang kendala-kendala hukum yang melekat pada berbagai jenis kredit tersebut, tetapijuga
tentang karakteristik, yaitu sifat-sifat khas yang dimiliki oleh berbagai jenis kredit bank
termaksud sahgat relevan pula untuk ikutdipertimbangkan. Di bawah ini 9iuraikan secara
garis besar karakteristik beberapa jenis kredit yang dipandang relevan bagi manajer bank
untuk mempertimbangkannya.
Oalam perekonomian yang mengamh sistem pasar, macam kredit yang disajikan oleh .
bank kepada para nasabahnya banyak sekali macam-ragamnya. Kiranya tidak ada satu
tulisanpun yangmampumemuat semuajenis kreditbank yang terdapat dalam perekonomian.
Ini berarti bahwa apa yang dibicarakari dalam bab ini, atau bahkan juga dahim buku ini,
sifatnya tidak limitatif.
1. Kredit konsumsi; sering juga disebut kredit konsumen.
Yaitu kredit yang di sediakan oleh bank kepada nasabahnya yang berupa orangpeoranganatau
rumah-rumah tangga kelt!arga. yang pemakaiannya dengan sendiri nya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran konsumsi mereka. Pada umumnya
konsumenmempunyaisikapyangrelatiflebih emosionaldibandingkandengankelompokpemakai
kredit produsen. Untuk berhasilnya kebijakan manajemen dalam bidang
pemasaran, manajer bank perlo sekalimemperhatikan hal tersebut. Keberhasilan produk
perbankandalambentukkartukredit/' creditcard' erathubungannyadengankarakteristik
tersebut. Keberhasilan fihak tokopenjajabar~mgdagangan konsumsi dalam memperluas
pasar penjualannya dengan cara menerima kartu kredit dapat pula dihubungkan dengan
keberhasilan bank tersebut. Selain itu, derajat kepastian pembayaran kembali,untuk
kredit konsumsi kecenderungannya lebih rendah bila dibandingkan dengan kredit-kredit
produsen. Selanjutnya dapat pula dikatakan , bahwa dari segi besarnya transaksi, untuk
kredit konsumsi dengan sendirinya pada umumnya, relatif kedl, sehingga bank-bank
yang tergolong jenis 'retail bank' -lah. .dengan suku bunganya yang tinggi. mampu
melayani pemasokan kredit-kredit konsumsi dengan berhasil.
2. Kredit produksi.
Ini biasajuga disebut kredit usaha atau kredit produsen, dan boleh dikatakan merupakan
100
---
kebalikan dari kredit konsumen. Untuk kredit produsen fihak pemakai jasa kreditnya
adalah perusahaan. Kredit produksi lebih lanjut bisa dibeda-bedakan lagi:
(a) berdasarkan perbedaan bidang usaha,
(b) berdasarkan perbedaan fungsi pembelanjaan dari segi pemakai kredit, dan
(c) berdasarkan perbedaan macamjaminan.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh berbagai macam kredit produsen t~rsebut:
A. Jenis-jenis kredit produsen berdasarkan bidang usaha:
I. kredit usaha dagang,
2. kredit usaha tani,
3. kredit usaha perkebunan, 4. kredit 'real estate', dan seterusnya.
B. Jenis kredit produsen berdasarkan fungsi pembelanjaan:
I. kreditinvestasi..
2. kredit candak-kulak,
3. kredit modal kerja, dan seterusnya.
C. Jenis kredit produsen berdasarkanjaminan:
I. kredit kolateral, yaitu kredit dengan jaminan surat berharga,
2. kredit dengan jaminan aktiva tetap,
3. kredit tanpa jaminan, dan seterusnya.
Kredit usaha dagang yang banyak dimanfaatkan oleh pedagang-pedagang kecil yang
banyak dijumpai dalam perekonomiankita banyak yang berbentukkredit candak-kulak, dan
oleh karenanya banyak yang merupakan kreditjangka pendek. Usaha dagang ukuran besar
di lain fihak, dengan melihat pola kegiatan serta jenis barang dagangannya, mempunyai
peluang yang menguntungkan untuk menggunakan baik kredit jangka pendek yang
menggunakanbarangdagangan sebagaijaminan, kredit modalkerja danjuga kredit investasi
yang dalam alam deregulasi suku bunganya mempunyai kecenderongan lebih rendah
dibandingkan dengan suku bunga jangka pendek.
Macam kredit yang dibutuhkan oleh petani sawah dan petani palawija misalnya juga
berbeda dengan kredit yang dibutuhkan oleh perusahaan perkebunan. Kalau melihat pola
fluktuasi kegiatannya, maka tidak sulit untuk menyimpulkan,bahwa dalam ke banyakan hal
kredityangtepat diberikankepadapara petani sawahdan petani palawijaadalahkreditjangka
pendek. Sedangkanbagi perkebunan, yang padaumumnya cocok ialah kreditdenganjangka
waktu lebih daripada satu tahun. Adapun berapa lebihmya waktu yang diperlukan, hal itu
tergantung pada panjang-pendeknya umur tanaman untuk mulai bisa berbuah secara
menguntungkan.
5. ANALISIS KREDIT DAN TOLOK UKUR SEKIAN C
Sebelumnya telah disinggung-singgung bahwa tujuan pokok analisis kredit ialah
untuk mengetahui kemauan serta kemampuan calon debitur dalam memenuhi kewajiban
pembayaran bl;1ngadan pokok pinjaman tepat pada waktunya.
101
---
Dalam usaha memperoleh pengetahuan mengenai kemauan serta kesediaan memenuhi
kewajiban calon debitur menurut pendapat Norman J. Collins hilah bahwa pada wawancara
tahap pertama, bank bisa mengajukan serangkaian pertanyaan, yang kurang lebihnya
sebagai berikut:2
I. Siapakah peminjammya?
2. Mengapa ia datang di bank mengajukan p~rmohonan pinjaman, padahal [sebelumnya]
ia bukan nasa bah bank?
3. Berapa besar kredit yang dibut uhkan?
4. Kredit akan dipergunakan untuk apa?
5. Bagaimana kredit y~mgdiminta dapat memecahkan masalah yang dihadapai oleh
pemintakredit? I
6. Mengapa berpendapat demikian?
7. Bilamanakah pinjaman ,akan dilunasi?
8. Dari manakah dana yang dipergunakan untuk melunasi pinjaman berasal?
9. Informa~i keuangan apa sajakah yang dapat diperoleh'?
10. Dari segi keuntungan apakah artinya pinjaman tersebut bagi peminjam clanjuga bagi
bank yang memberikan pinjaman?
i I. Bila calon. peminjam belum menjadi nasabah, dari mana sajakah ia memperoleh
pinjaman sebelumnya?
Dari rangkaian pertanyaan di atas, yaitu yang terdiri dari sebelas pertanyaan, sebagian
informasi yang dibutuhkan mungkin telah bisa dirasakan cukup. memadai, dan sebagian
mungkin masih belum berhasil diperoleh secara memadai. Kredit yang nilainya kecil-kecil
seperti yang banyak disajikan oleh BPR (Bank Perkreditan Rakyat) analisis kredit yang
diturunkan dari data dan informasi yang ber hasil dikumpulkan melalui sebelas pertanyaan
yang diajukan ol~h pimpinan bank,.atau bahkan oleh kasir, sesederhana yang digambarkan
di atas, pada umumnya bisa dikatakan cukup memadai. Tetapi untuk kredit-kredit yang
diberikan olehbank-bankumum dikota-kota besar, analisis kredit yang lebih terinci dan lebih
lengkap pada umumnya sangat diperlukan.
Baik analisis ¥edit yang sederhana seperti yang dilakukan oleh bank-bank perkreditan
rakyat di desa-desa kecamatan ataupun yang cukup kompleks, seperti yang dilakukan oleh
kebanyakan bank-bank raksasa dikota-kota besar, tujuan pengumpulan data dan informasi
mengenai pemohon kredit dan mengenai kebutuhan atau permintaan kredit yang mereka
ajukan adalah sarna, yaitu menerapkan t%k ukur aneka C.
Tolok ukur aneka C ini, yaitu tolok ukur yang bisa berbentuk t%k ukur 3C, t%k
ukur 4C, t%k ukur 5C, t%k ukur 6C dan seterusnya nampaknya merupakan tolok ukur
yang usianya cukup panjang yang tidak mengalami aus dengan berjalannya waktu.
Dalam buku yang ditulis. pada tahu~ 1951 ~leh Roland I. Robinson misalnya,
diketengahkan adanya beberapa variasi bertahap. penggunaan tolok ukur C dalam
ana}\sis kredH. la mengatakan bahwa tiga C yang paling banyak dipakai ialah: 'character',.
'capacity' dan 'capital'. Ini yang pokok. Terhadap bentuk yang pokok ada yang
102
menambahkan 'collateral', 'coverage' dan' conditions' . Mereka yang arif, tidak mustahil
bisa menainbahkan C yang lainnya lagi 3. '.
Dari aneka kemungkinanjumlah tolok ukur Ctersebut, nampaknya yang paling banyak
disebut-sebut dalam literatur adalah lima C, dengan urutan seperti berikut: Character,
Capaciity, Capital, Collateral dan Condition:
CHARACTER.
Ini merupakan tolok ukur C yang paling penting. Yang dimaksud dengan 'character' di
sini ialah karakter dari peminjam. Integritas dan kejujuran dari peminjam merupakan faktor
yang paling menentukah. Oleh karena itu harns diberi bobot paling bany ak. Catatan peristiwa
masa lampau dari peminjam merupakan bayangan apa yang akan ia tampilkan pada waktuwaktu
mendatang. Kalau pada waktu yang iampau ia tertib dalam melaksanakan kewajiban
mengangsur ilUtangnya, maka di waktu-waktu mendatangpun akan demikian juga
kecenderungannya.
CAPACITY.
Yang dimaksud dengan kapasitasl' capacity' ini ialah kemampuan pimpinan perusahaan
yang mengajukan permohonan kredit dalam mengelola perusahaannya. Kalau kemampuan
dalam mengelolanya baik, maka.laba yang diperoleh perusahaan akan besar. Ini dengan
sendirinya memungkinkan perusahaan memenuhi kewajiban membayar bunga dan pokok
pinjamannya juga.
CAPITAL.
Perusahaan dengan mQdalyang besar menunjukkan besarnya kemampuan perusahaan
untukdalam keadaan terpaksamelikuidasi kekayaannyaguna melunasikewajiban-kewajibari
perusahaan. Dengan demikian berarti bahwa semakin tingginya perbandingan antara modal
sendiri dengan hutang perusahaan semakin tinggilah prioritas diberikan.
COLLA TERAL.
Yang dimaksud dengan pengertian 'collateral' ialah jaminan dalam'bentuk aktiva,
d~am artian bahwa apabila fihak peminjam tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka
aktiva yang digunakan sebagai jarninari dijual dan hasil penjualannya dipergunakan untuk
memenuhi kewajiban terseb~t.
Kiranya perlu mendapatkan perhatian bahwa 'col/ateral' tidak dapat menyebabkan
kredit yangjelek menjadi kredit yang baik. Palingjauh hanya menyebabkan denganadanya
'collateral' kredit tersebut.bertambah baik; Selain itu 'collateral' tidak bisa menggantikan
atau menutup dua C pertama (yaitu 'character' dan 'capacity') yang lemah.
CONDITIONS.
Yang dimaksud dengan 'conditions' disini ialah apa yang bisa disebut SUasanadunia
usaha/ 'business conqitions' , yaitu istilah lain untuk keadaan perekonomian, khususnya
dilihat dengan menggunakan kacamata perusahaan. Dalam mengambil keputusan apakah
103
- -- ---
permohonan kredit investasi dikabulkan atau tidak, bank perIu memperhatikan apakah
perekonomian menghadapi keadaan resesi atau bahkan depresi; ataukah ekspansi. Selain itu
perkembangan teknologidapat mengakibatkanbertambah pendeknya umurekonomis sebuah
pen~namanmodal;hinggakemampuanpeminjamdalammelunasi hutang-hutangnyanantinya
semakin diragukan.
6. ANAL/SIS RASIO KEUANGAN UNTUK ANAL/SIS KREDIT
Angka yang meminjukkan perbandingan antara nilai keuangan yang satu dengan nilai
keuangan yang lain untuk perusahaan yang sarna biasa disebut rasio keuangan, angka
banding keuangan, rasio finansial, angka banding finansial, yang semuanya merupakan~
peng-Indonesiaan istilah 'financial ratio'.
Interpretasi, yang tidak lain merupa kan hasil analisis terhadap rasio-rasio keuangan
tersebut banyak manfaatnya, baik bagi fihak pimpinan perusahaan sendiri maupun bagi
fihak-fihak di luar perusahaan yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan
bersangkutan. Salah satu di antara fihak-fihak luar perusahaan yang banyak mempunyai
kepentingan terhadap perusahaan seperti yang dimaksud ialah bank. Untuk mendapalkan
gambaran mengenai kemampuan debiturdalam memenuhi ke.wajiban-kewajibanmembayar
yang timbul dari pemanfaatan kredit yang diterimanya dari bank, bank bisa mengambil cara
membuat analisis rasio keuangan perusahaan debiturnya.
Rasio-rasio keuangan calon debitur yang perlu mendapatkao perhatian bank sebagai
calon kreditur, dengan menggunakan berbagai macam kredit yang bisa ditawarkan, dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok rasio keuangan, yaitu kelompok-kelompok rasio
keuangan likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas. Ketiga kelompok rasio keuangan tersebut
dalam praktek saling kait-mengkait.
7. SEKELUMIT RASIO KEUANGAN
Rasio keuangan yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas sebuah
perusahaan yang akan dibahas dalam dalam bagian ini berturut-turut ialah: rasio lancar
('current ratio'), rasio uji cair ('quick ratio' atau 'acid-test ratio'), lama penagihan rata-rata
('average collection period'), perputaran piutang ('receivable turnover'), perputaran
persediaan ('inventory turnover'), dan perputaran modal kerja '(net) working capital
turnover' ).
'CURRENT RATIO' ATAU 1~.ASIOLANCAR
Rasio lancar yang merupakan angka perbandingan antara nilai aktiva lancar dengan
nilai pasiva lancar, sangat lazim digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam melunasi kewajiban-kewajibanjangka pendeknya. Dalam literatur banyak disebutsebut
bahwa dari sudut pandangan kreditur jangka pendek, rasio lancar setinggi 2,0 yang
dipelihara atau dimiliki oleh debitur merupakan angka minimum yang bisa diterima.
Adapun penalarannya ialah bahwa apabila debitur menjumpai kesulitan dalam rpelunasi
kewajibannya yang sudah jatuh tempo dan terpaksa harus menguangkan beberapa jenis
104
aktiva lancarnya secara tergesa-gesa dengan hargajual yang pada umumnya terpaksanya
lebih rendah dibandingkan dengan harga bukunya, maka penurunan harga aktiva lancar
yang dicairkanl diuangkan tersebut pada umumnya masih cukup untuk melunasi seluruh
kewajibanjangka pendek perusahaan yang ada, yaitu selama tingginya rasio lancar dalam
keadaan semula tidak lebih rendah daripada dua.
Bank banyak memperhatikan rasio keuangan ini. Mengingat demikian banyak dan
demikian pentingnya bank memperhatikanrasiokeu angan ini telahmenyebabkanbanyaknya
penulis yang memberikan (nama) parabanl'nickname' 'banker's ratio'/rasio bankir.
Terhadap rasio keuangan ini hendaknya diingat,bahwa pemberian kreditjangka pendek,
entah bank yang memberikan kredit jangka pendek, leveransir ataupun fihak lain, akan
langsung menyebabkan menurunnya nilai rasio lancar tersebut.
Selanjutnya perIu kiranya diketengahkan di sini, bahwa rasio lancar mempunyai sifat
tingginya berubah-ubah dari waktu ke waktu. Begitu perusahaan memperoleh kredit dari
bank atau dari leveransir, rasio lancar seketika itu juga menurun. Sebaliknya, sesaat
perusahaan membayar angsuran atau pelunasan hutang jangka pendeknya, rasio lancar
nilainya meningkat. Sekalipun, di dalam kedua kejadian tersebut, nilai modal kerja netonya
sarna sekali tidak mengalami perubahan.
Dengan dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola perubahankegiatan yang sifatnya
mllsiman berpengaruh terhadap naik-turunnya rasio lancar perusahaan. Sebagai contoh,
ambil saja toko sepatu. Pada beberapa minggu, atau sebulan dua bulan menjelang hari raya
ldulfitri, hari raya Natal dan hari-hari dimulainya tahun akademik baru, permintaan akan
sepatu mulai meningkat. kemudian menurun d,enganmencapai titik terendah pada hari-hari
raya tersebut. Untuk menghadapi kenaikan permintaan tersebut toko sepatu perlu menaikkan
besarnya persediaan.
Kalau peningkatan persediaan barang dagangan tersebut dibiayai dengan cara
mengurangi uang tunai perusahaan, maka rasio lancar perusahaan tidak mengalami
perubahan. Sebab pada transaksi seperti itu hanya struktur aktiva lancarnya saja yang
mengalami perubahan, sedangkan nilai total aktiva lancar dan nilai total passiva lancarnya
sarna sekali tidak mengalami perubahan, sehingga rasio lancarpun tidak mengalami
perubahan juga.
Akan tetapi penumpukan persediaan yang dilaksanakan dengan hanya dibiayai dari
uang tunai yang ada pada umumnya sangat terbatas dan jauh di bawah jumlah yang
dibutuhkan untuk menghadapi meningkatnya permintaan yang bersifat musiman tersebut.
Untuk mengatas inya, pada umumnya perusahaan memanfaatkan sumber pembiayaan dari
leveransir dan atau dari bank berupa kreditjangka pendek. Kalau demikian halnya, maka
pada bulan-bulan atau minggu-minggu menjelang melangitnya volume penjualan, rasio
lancar perusahaan pada umumnya rendah. Hal mana kiranya mudah difahami, karena
bertambah besarnya hutang jangka pendek baik dari leveransir maupun dari bank, yang
dibarengi oleh meningkatnya nilai aktiva lancar (dengan jumlah yang sarna), tentu
mengakibatkan menurunnya rasio lancar.
105
----
Setelah masa puncak kegiatan penjualan terla mpaui, yaitu pactawaktu-waktu pembelian
sepatu barn untuk masuk sekolah barn, untuk masuk kelas barn, untuk Lebaran atau untuk
Natalan sudah banyak menurun, maka rasio lancar perusahaan akan ditemui agak sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan pada waktu perusahaan memperbesar persediaan barang
dagangannya. Hal ini disebabkan karena perusahaan menjual barang dagangannya dengan
harga juallebih tinggi dibandingkan dengan harga yang mendasari nilai persediaan barang
dagangan pada neraca.
Selanjutnya, sesudah uang hasil penjualannya terkumpul, maka dana tersebut bisa
dipergunakan untuk mengurangi hutang perusah aan kepada para leveransir, bank dan para
krediturjangka pendeklainnya.Penguranganhutangkepadakrediturjangka pendekperusahaan
tersebut yang dengan sendirinya langsung akan mengakibatkan naiknya 'rasio lancar'
perusahaan.
RASIO UJI CAIR
Untuk mengetahui tingginya likuiditas sebuah perusahaan pemohon kredit dengan
hanya melihat rasio lancamya saja tidak cukup untuk dapat meyakinkan bahwa perusahaan
tersebut dalam waktu dekat tidak menjumpai kesulitan dalam memenuhi kewajiban melunasi
hutang-hutangnya. Kalau misalnya sebuah perusahaan memiliki rasio lancar yang tinggi,
akan tetapi dari seluruh nilai aktiva Iancarnya sebagian besar berupa persediaan bergerak
pelan/'slow moving inventory', yaitu persediaan yang berubahnya menjadi uang tunai
memakan waktu lama, maka perusahaan bisa juga menghadapi kesulitan dalam melunasi
kewajibannya. Hal mana kiranya mudah difahami kalau kita ingat, bahwa persediaan, dalam
keadaan yang biasa, tidak dapat langsung dipergunakan untuk melunasi hutang.
Dengan menggunakanpertimbangan tersebut, makauntuk mengetahui tinggi-rendahnya
likuiditas sebuah perusahaan pemohon kredit , di samping mempergunakan tolok ukur rasio
lancar, bank biasanyajuga memperhatikan tolok ukur 'quick rasio', yang seringjuga disebut
'acid-test ratio' atau rasio uji cairoRasio uji cair ini merupakan rasio yang menunjukkan
angka perbandingan antara nilai 'quick assets' dengan nilaihutangjangka pendek. Sedangkan
yang dimaksud dengan 'quick assets' atau aktiva likuid ialah semua aktiva lancar kecuali
persediaan dan berbagai macam uang muka.
Sebagai pegangan kasar biasanya angka 1,0 untuk rasio uji cair merupakan angka
minimum yang perlu dipertah~kan oleh perusahaan debitur, agar supaya debitur tidak
mengalami ketidakmampuan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya.
LAMA PENAGIHAN RATA-RATA
Rasiokeuangan lamapenagihan rata-rata ('average collection period ,)biasadipergunakan
sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat likuiditas aktiva lancar yang berbentuk piutangjangka
pendek. Adapun rumus atau formula rasio keuangan lama penagihan rata-rata ialah:
piutang niaga neto =
penjualan kredit: 365 hari
106
Dalam menginterpretasikan rasio lama penagihan rata-rata ini, dasar perbandingan
yang paling tepat dipergunakan ialahjangka waktu kredit penjualan. Apabila jangka waktu
kredit penjualan yang dipergunakan oleh perusahaan adalah dua bulan (atau 60 hari), maka
lama atau masa penagihan rata-rata sebesar 49 hari, harus diinterpretasikan bahwa tingkat
likuiditas piutang calon debitur cukup tinggi. Sedangkan apabila jangka waktu kredit
penjualan yang dipergunakan hanya satu bulan, maka berarti sekitar 63% dari nilai piutang
telah mengalami keterlambatan pembayaran selama rata-rata 19 hari.
PERPUT ARAN PIUTANG
Rasio perputaran piutang memberikan gambaran kepada analis laporan keuangan
mengenai berapa kali tiap tahunnya dana yang tertanarn dalarn piutang berputar dari bentuk
piutang kebentuk uang tunai, kemudian kembali ke bentuk piutang lagi.
Kalau tujuannya hanya sekedar untuk menilai tingginya likuiditas aktiva lancar berupa
piutang jangka pendek, andaikan rasio masa penagihan rata-rata angkanya sudah tersedia,
maka rasio perputaran piutang tidak diperlukan lagi. Adapun alasannya ialah karena
hubungan antara kedua rasio tersebut sebetulnya hanya merupakan hubungan kesamaan saja.
Apabila masa penagihan rata-ratanya rendah , maka rasio perputaran piutamg mempunyai
nilai yang tinggi. Dan viceversa. Ini berarti bahwa piutang yang merniliki angka perputaran
yang tinggi menunjukkanjuga tingginya kualitas piutang niaga yang dimiliki oleh perusahaan.
Adapun rumus yang dapat dipergunakan untuk rnenghitung angka perputaran piutang ialah:
Hasil Penjualan Netto =
Piutang Niaga Rata-Rata, Netto
PERPUTARAN PERSEDIAAN
Rasio keuangan perputaran persediaan diperlukan untuk menilai tingkat likuiditas
persediaan yangdimilikioleh perusahaan. Apabilalain-lain hal sarna,rnakatingkatperputaran
yang tinggi menunjukkan tinggi pula likuiditas persediaan. Sebaliknya rendahnya angka
perputaran persediaan dapat disebabkan oleh banyaknya 'slow moving inventory', yang bisa
disebabkan oleh adanya barang dagangan atau hasil produksi yang tidak begitu laku lagi
dijual dipasar; olehkarenaketinggalanjaman, misalnya.Demikianjuga rendahnyaperputaran
bahan baku dan barang setengahjadi dapat pula disebabkan oleh tidak bisa dipergunakannya
lagi sebagian dari persediaan tersebut untuk diolah 1ebih lanjut: baik oleh karena produk
akhirnya sudah ketinggalanmodeataukarena telahrusak atau tidak lagirnemenuhispesifikasi
teknik untuk dipergunakan dalam produksi.
Tinggi-rendahnya perputaran persediaan yang optimal sangat bervariasi, tergantung
antara lain pada jenis bidang usaha, kebijakan pembelian dan kebijakan persediaan dan
metode produksi yangdipergunakan. Toko mebel padaumumnya memiliki angka perputaran
persediaan yang rendah. Sebaliknya rurnah-rumah rnakan memiliki angka perputaran
persediaan yang tinggi. Perusahaan penghasil kain dengan menggunakan benang sebagai
107
---
bahan bakunya cenderung memiliki tingkat perputaran persediaan yang lebih tinggi daripada
tingkat perputaran persediaan perusahaan penghasil kain yang semacam tetapi yang
menggunakan kapas sebagai bahan bakunya.
Untuk perusahaan-perusahaan dagang, perputaran persediaannya biasa disebut 'merchandise
turnover', sebab persediaannya hanya berupa persediaan barang dagangan.
Sedangkan untuk perusahaan-perusahaan pabrik, perputaran persediaan bisa dalam beberapa
bentuk, yaitu: perputaran (persediaan) bahan baku, perputaran bahan pembamu, perputaran
suku cadang, perputaran barang setengah jadi atau perputaran persediaan dalam proses dan
perputaran barang jadi.
Rumus untuk menghitung angka perputaran barang dagangan adalah sebagai berikut:
harga pokok penjualan
=
persediaan barang dagangan rata-rata
Untuk perusahaan manufaktur, khususnya bagi para kreditur jangka pendek, kiranya
perlu diingatkan bahwa masing-masin g komponen persediaan yang terdiri dari persediaan
bahan baku, suku cadang, barang setengahjadi dan barangjadi masing-masing mempunyai
sifatyangberbeda-beda,khususnyayangmenyangkutnilailikuidasinya.Yangpadaumumnya
mempunyai harga likuidasi sangat rendah ialah persediaan barang setengah jadi. Untuk
barang jadi, hanya hasil produksi yang ketinggalan mode saja yang nilai likuidasinya bisa
sangat rendah. Sedangkan untuk bahan baku dan suku cadangl' component parts', pada
umumnya nilai likuidasinya relatif tidak begitu jauh dibandingkan dengan harga bukunya.
Namun demikian, dari semuanya ini, peranan ada tidaknya inflasi dan metode penilaian atas
berbagai macam bentuk persediaan termaksud, tidak bisa diabaikan.
PERPUTARAN MODAL KERJA
Rasio keuangan yang paling banyak disebut-sebut sebagai tolok ukur likuiditas sebuah
perusahaan ialah rasio keuangan 'current ratio '/rasio lancar. Memang dengan
membandingkan besarnya nilai aktiva lancar dengan nilai pasiva lancar kita memperoleh
gambaran mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi pembayaran atas kewajiban
jangka pendeknya. Mendasarkan pada kerangka pemikiran tersebut, maka dalam literatur
banyak yang mengatakan bahwa dalam idaripada 2,0 dari segi kepentingan para kreditur jangka pendek sudah bisa dianggap cukup
aman. Oengan perkataan lain, pendapat tersebut mengatakan bahwa ditinjau dad segi
likuiditas badan usaha, perusahaan yang memiliki rasio lancar setinggi dua bisa dikatakan
cukup likuid.
Bagi perusahaan, terpenuhinya tuntutan likuditas badan usaha yang cukup tinggi, masih
belum cukup. Oi samping pimpinan perusahaan harus menjaga kelancaran pembayaran
hutang-hutang jangka pendeknya, ia juga hams menjaga agar supaya kelancaran kegiatan
sehari-hari perusahaan tidak terganggu kelancarannya. Oengan perkataan lain, di samping
hams memelihara likuiditas badan usaha, pimpinan perusahaan harus pula mcmelihara
108
likuiditas perusahaan. Dalam hal tingginya rasio lancaryang dibutuhkan untuk terpenuhinya
likuiditas badan usaha tidak sarna dengan yang dibutuhkan untuk terpeliharanya likuiditas
perusahaan, maka perusahaan harns memilih yang tertinggi di antara kedua macam likuiditas
tersebut.
ANGKA KELIPATAN PENDAPATAN TERHADAP BUNGA
Istilah lain untuk rasio keuangan ini ialah 'times interest earned', yang mempunyai
kependekan dari 'the number of times, interest has been earned' , dengan terjemahan harfiah
'jumlah berapa kali beban bunga telah dapat ditutup oleh pendapatan". Ini termasuk rasio
keuangan solvabilitas, oleh karena rasio ini menunjukkan semakinjauh nilainya di atas angka
satu, bisa diinterpretasikan sebagai semakin terjamin kelestarian perusahaan. Selanjutnya
berarti, semakin terjamin pula pembayaran bunga dan pengembalian modal pinjaman jangka
panjang perusahaan.
Rumus untuk menghitung rasio keuangan 'times interest earned' adalah sebagai berikut:
laba sebelum pajak + bunga obligasi =
bunga obligasi
ANGKA KELIPATAN PENDAPATAN TERHADAP BEBAN TETAP
Rasio keuangan ini sebetulnya tidak banyak berbeda dari rasio keuangan angka kelipatan
pendapatan terhadap bunga. Hanya saja apabila beban tetap perusahaan tidak hanya berupa
bunga, maka rasio keuangan angka kelipatan pendapatan terhadap bunga menghasilkan rasio
keuangan solvabilitas yang kurang tepat.
Rumus untuk menghitung rasio pendapatan terhadap beban tetap adalah seperti di bawah
1m:
Pretax Profit + Bond Interest + Other Fixed Charges =
Bond Interest + Other Fixed Charges
CAT AT AN:
Yang dimaksud dengan 'fixed charges' ialah beban-beban tetap perusahaan, seperti
misalnya sewa yang sudah dijanjikan dibayar setiap bulan, setiap kuartal atau setiap
tahun. Bunga obligasi yang setiap tahunnya harns dibayar, juga merupakan salah satu
bentuk dari 'flXed charge' perusahaan.
8. RANGKUMAN
Bagi setiap bank, pemasokan kredit kepada para nasabah merupakan kegiatan utama.
Darikegiatan tersebut bank memperoleh.penerimaan. Dari hasil penerimaan pali.ng pokok
initah bank membiayai pengeluaran-pengeluaran biaya operasionalnya.
109
Dalam menentukan kebijakan-kebijakanperkreditan, bank perlu memperhatikan
lingkungan bisnis perbankan, keadaan persaingan dan faktor-faktor yang melekat pada bank
bersangkutan. Selain itu bank juga perlu memperhatikan karakteristik yang melekat pada
jenis kredit yang mereka tawarkan.
Karakteristik kredit dapat dihubungkan dengan jenis atau macam kredit, yang dasar
pembedaannya juga bermacam-macam. Kalau pe ngembalian pokok pinjaman beserta bunganya
untuk kredit investasi bisa diharapkan dibiayai dari penghasilan pemakai kredit yang berasal
dari penanaman investasi bersangkutan, untuk kredit konsumsi dibiayai dari penghasilan
pemakai kredit, yang tidak beda dengan yang diperolehnya sewaktu menerima kredit.
Selanjutnya, kredit modal kerja sangat berbeda karakteristiknya dibandingkan dengan
kredit investasi. Perbedaan terdapat juga antara persediaan pabrik pengalengan buah-buahan
di satu pihak, dan kredit persediaan 'departement store', antara kredit petani tembakau
dengan kredit petani cengkeh, antara kredit ekspor dengan kredit candak kulak, dan
seterusnya.
Dengan memahami karakteristik-karakteristik tersebut dan faktor-faktor lainnya seperti
disebutkan di atas, bank dapat menentukan kebijakan-kebijakan mengenai misalnya,jangka
waktu kredit, macam jaminan, cara pengembalian pokok pinjaman, tingginya suku bunga
yang dikenakan dan sebagainya.
Tolok ukur sekian C sangat terkenal dalam analisis kredit. Yang berhasil dijumpai dalam
literatur ialah paling kecil mensaratkan 3C, sedangkan yang terbesar 6C. Enam C yang
dimaksud ialah: character, capacity, capital, collateral, coverage, dan conditions.
Khususnya untuk kredit produsen, kini banyak bank menggunakan analisis rasio keuangan.
Berdasarkan data laporan keuangan dan atau laporan keuangan proforma dari pemohon kredit,
bank bisa menghitung rasio-rasio keuangan pemohon kredit. Dari nilai rasio-rasio keuangan
yang relevan, seperti misalnya rasio lancar, rasio uji cair, angka perputaran piutang, angka
perputaran persediaan, angka perputaran modal kerja, bank dapat memperoleh kelengkapan
informasi mengenai beberapa di antara enam C yang dimaksudkan tadi.
Catatan kaki:
1 Lihat khususnya IKPI,Bab XII blOb
2 Norman J. Collins, "Credit Analysis - Concepts and Objectives" dalam William H.
Baughn dan Charles W.Walker, eds., The Bankers' Handbook, DowJones-Irwin, Inc.,
Illinois, 1966. hal,279-280.
3 Roland I. Robinson, The Management of Bank Funds, McGraw-Hill Book Company,
Inc., New York, 1951, haU27
SOAL LATIHAN
Lingkarilah huruf A, B, C atau D yang menu rut pendapatan Anda merupakan
ungkapan yang paling tepat.
1. Dalam analisis kredit dari kelima C, yang merupakan tolok ukur paling pokok ialah:
110
A. Capital,
e. Collateral,
B. Capacity,
D. Character.
2. 'Banker's ratio' adalah istilah lain untuk:
A. Aktiva lancar, B. Rasio lancar,
e. Rasio uji cair, D. 'Capital adequacy ratio'.
3. Yang tertuang daiamPAKTO'88 adalah:
A. kebijakan deregulasi bidang perbankan,
B. kebijakan debirokratisasi bidang perbankan,
e. kebijakan desentralisasi bidang perbankan,
D. kebijakan dekonsentrasi di bidang perbankan.
4. Fasilitas cerukan merupakan:
A. kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada nasabah sebuah bank umum,
B. potongan pajak atas bunga tabungan atau bunga deposito
e. pelampauan penarikan atas saldo rekening giro atau atas maksimum pinjaman oleh
bank,
D. jawaban a, b, c dan d tidak ada yang betul.
5. Bank lebih suka memberikan kredit kepada perusahaan yang memiliki: A. 'banker's
ratio' yang tinggi, B. tingkat perputaran persediaan yang rendah, e. angka akumulasi
penyusutan atas piutang yang besar D. jawaban a, b, c dan d tidak ada yang betul.
6. Rasio lancarl'current ratio' sebuah toko swalayan berada pada posisi yang tinggi pada
hari-hari: A. menjelang hari raya Idul Fitrie, B. tepat pada hari raya Idul Fitrie, e. pada
saat perusahaan baru saja menerima kredit jangka pendek dari bank menjelang puncak
kegiatan perusahaan D.pada saat sesudahperusahaan melunasihutangjangka pendeknya
kepada bank dan kepada leveransir(yaitu sesudahpuncak kegiatan musimanterlampaui).
7. Yang tidak bisa dikategorikan sebagai kredit konsumsi ialah:
A. kredit yang timbul sebagai hasil penggunaan kartu kreditl' credit card' ,
B. kredit profesi,
e. kredit untuk membelanjai impor beras,
D. jawaban a, b, c dan d tidak ada yang betul.
8. Dalam analisis kredit, yang dimaksud dengan 'condition' ialah:
A. pasang-surutnya perekonomian,
B. keadaan keuangan debitur,
e. tingkat kesehatan bank,
D. jawaban a, b, c dan d tidak ada yang betul.
111
-- ---

Jumat, 14 Mei 2010





TENTANG KLIRING DALAM BIDANG PERBANKAN

Kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.
Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya.
Proses kliring adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin risiko, netting [1] [2] transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan
Prosedur Pelaksanaan Kliring Bank Dalam Praktek Perbankan (Studi Kasus Pt.Bank Mandiri Persero Tbk Cbg Tebing Tinggi)

Pada prinsipnya tidak semua warkat-warkat yang dikliringkan itu selamanya tertagih, bahkan ada juga warkat kliring yang ditolak pembayarannya. Penulisan skripsi ini adalah penulisan hukum normatif, hal ini dilakukan untuk mengetahui substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau prilaku yang teratur, merupakan norma-norma hukum yang menyangkut tentang prosedur pelaksanaan kliring bank dalam praktek perbankan yaitu Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Sifat dari penulisan skripsi ini adalah bersirat deskriptif sebab akan menggambarkan dan meluksikan asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penulisan ini. Adapun prosedur pelaksanaan kliring bank itu di mana seseorang yang menyetorkan warkat untuk dikliringkan harus mengisi slip setoran kliring. Slip setoran kliring yang telah diisi diserahkan kepada kasir/petugas loket beserta warkat yang hendak dikliringkan. Kemudian akan diperiksa kebenaran pengisian slip setoran dan warkat yang diterima dari penyetor, baik lembar ataupun jumlah nominalnya dan tanda tangan, apabila benar maka kasir akan memberi cap pada slip setoran kliring pada waktunya. Kemudian petugas loket/kasir akan memberikan lembar ketiga dari slip setoran kliring pada penyetor warkat. Kemudian petugas bagian kliring akan menginput ke komputer untuk membuat catatan. Kemudian dibukukan menurut kliring bank masing-masing yang disetor ke bank dalam neraca kliring. Sebelum warkat kliring dibawa ke pertemuan kliring petugas kliring akan mencocokkan jumlah nominal warkat dengan jumlah yang telah diinput ke komputer. Hal ini untuk menghindari adanya selisih antara jumlah nominal dalam warkat dengan jumlah yang telah diinput ke komputer. Apabila terdapat selisih, maka selisih tersebut harus dicari sebelum petugas kliring berangkat ke tempat pertemuan kliring.





Sistem kliring bank indonesia
Di era tahun 1990-an sempat beredar isu ada satu bank swasta nasional yang diberitakan mengalami kalah kliring besar. Dan kondisi panik pun menerpa masyarakat khususnya mereka yang memiliki dana di bank tersebut. Untunglah ada tulisan di sebuah media massa nasional yang menegaskan bahwa kalah kliring dalam aktifitas perbankan itu sesuatu yang biasa. Bisa saja di satu hari sebuah bank mengalami kalah kliring besar, tapi keesokan harinya justru mengalami kondisi sebaliknya. Kepanikan nasabahpun mereda. Lalu apa yang dimaksud dengan kalah kliring ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, arti kliring adalah pertukaran warkat (bisa berupa cek, giro/bilyet, nota debet/kredit dan lainnya) atau data keuangan elektronik antar peserta (bank) kliring baik atas nama peserta (bank) maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Jadi, jika ada peserta (bank) kliring yang mengalami kalah kliring itu artinya bank tersebut mendapat banyak kewajiban pembayaran ke sejumlah peserta (bank) kliring lainnya yang tak sebanding dengan hak (tagihan) pembayaran pada satu hari kerja kliring.
BI sebagaimana diamanatkan UU No.23 Tahun 1999 tentang BI yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, mendapatkan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran (Pasal 8 butir b). UU ini juga memberi mandat ke BI untuk menyelenggarakan sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan valuta asing (pasal 16). Posisi BI adalah selaku penyelenggara sistem kliring. BI juga bisa menunjuk pihak lain selaku pelaksana kliring antarbank jika di daerah itu tidak ada kantor Bank Indonesia. Misalnya, BI menunjuk sebuah bank di kota Magelang sebagai pelaksana kliring di wilayah tersebut.
Lalu mengapa BI menyelenggararakan sistem kliring antar bank? Jawabnya untuk mempermudah cara pembayaran dalam rangka memperlancar transaksi perekonomian dengan perantaraan perbankan sebagai peserta kliring dan BI sebagai penyelenggara kliring. Dengan adanya kliring antarbank diharapkan pemakaian alat-alat lalu lintas pembayaran giral (cek, bilyet giro, nota debet, nota kredit dan lainnya) akan meningkat. Dari sini diharapkan akan terjadi lonjakan pula simpanan dana masyarakat di bank yang nantinya dapat dipakai untuk membiayai sektor-sektor produktif di masyarakat.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer.
Dalam proses kliring terkadang ada warkat (bilyet giro atau cek) yang dikeluarkan seorang nasabah bank (penarik) ditolak oleh bank (tertarik) karena sejumlah sebab. Alasan yang kerap muncul adalah karena di rekening si penarik tak cukup dana untuk melakukan proses kliring. Jika si penarik tadi mengeluarkan kembali bilyet giro atau cek yang tak disertai dana yang cukup akan dikenakan sanksi masuk daftar hitam. Konsekuensi seseorang masuk dalam daftar hitam, ia tak bisa membuka rekening giro di bank manapun di satu wilayah untuk kurun waktu tertentu.
PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan Undang -undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien. KPEI didirikan sebagai perseroan terbatas berdasarkan akte pendirian No. 8 tanggal 5 Agustus 1996 di Jakarta oleh PT Bursa Efek Jakarta dan PT Bursa Efek Surabaya dengan kepemilikan masing-masing 90% dan 10% dari total saham pendiri senilai Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal 24 September 1996 dengan pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Pada tanggal 1 Juni 1998, Perseroan mendapat izin usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998.
Pada tahun 2000 dengan diterapkannya Scripless Trading atau perdagangan tanpa warkat, KPEI sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan meluncurkan e-CLEARS® pada Juli 2000.
Ruang lingkup kegiatan kliring
• Melaksanakan kegiatan kliring atas semua transaksi bursa untuk produk ekuitas, derivatif dan obligasi pada bursa efek di Indonesia.
• Melaksanakan proses penentuan hak dan kewajiban anggota kliring yang timbul di transaksi bursa
Ruang lingkup kegiatan penjaminan
• Melaksanakan penjaminan penyelesaian transaksi bursa untuk produk ekuitas dan produk derivatif.
• Memberikan kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi Anggota kliring yang timbul dari transaksi bursa.


Sekilas tentang layanan KPEI
Jasa kliring transaksi bursa
KPEI sebagai mitra pengimbang sentral (central counterparty) dalam kegiatan kliring dan penyelesaian transaksi terhadap lebih dari 120 perusahaan efek yang terdaftar di bursa, berkewajiban untuk menerapkan standard-standard internasional dalam proses otomatisasi proses kliring dan penyelesaian transaksi bursa. Dengan demikian proses kliring, penyelesaian transaksi, dan penjaminan dapat berjalan dengan lebih wajar, teratur, efisien sehingga dapat meminimisasi risiko penyelesaian transaksi bursa baik saham maupun derivatif.
Proses kliring adalah suatu proses penentuan hak dan kewajiban anggota kliring (AK) yang timbul dari transaksi efek yang dilakukannya di bursa efek. Adapun tujuan dari proses kliring tersebut adalah agar masing-masing AK mengetahui hak dan kewajiban baik berupa efek maupun uang yang harus diselesaikan pada tanggal penyelesaian Transaksi Bursa.
Kliring dan penyelesaian transaksi ekuiti
KPEI menggunakan pendekatan netting dengan novasi dalam melakukan kliring transaksi bursa untuk produk ekuiti. Kliring secara netting dengan novasi diterapkan bagi seluruh Transaksi Bursa yang terjadi di setiap segmen pasar, yaitu pasar reguler (RG), pasar segera (SG), dan pasar tunai (TN).
Solusi KPEI untuk menangani proses kliring & penyelesaian transaksi bursa untuk produk ekuiti adalah sistem e-CLEARS (Electronic Clearing & Guarantee System).
Sistem yang berbasis web tersebut dibangun untuk meningkatkan akurasi, kecepatan, dan keamanan proses kliring dan penyelesaian transaksi bursa. Seluruh kegiatan kliring yang meliputi validasi transaksi bursa, netting, novasi, positioning, hingga proses reporting dilakukan melalui sistem e-CLEARS.
Kliring dan penyelesaian transaksi derivatif
Produk derivatif bursa yang proses kliring dan penyelesaian transaksinya ditangani oleh KPEI adalah :
1. Kontrak Berjangka Indeks Efek/KBIE (KBIE) yang meliputi LQ45 Futures, DOWSX, dan JPFSX yang ditransaksikan di BES.
2. Kontrak Opsi Saham (KOS) yang ditransaksikan di BEJ.
KPEI melakukan proses kliring secara netting baik untuk instrumen KBIE maupun instrumen KOS.
KPEI membangun sistem "R-Mol & Cash Management" untuk mendukung proses kliring, penjaminan dan penyelesaian transaksi KBIE serta KOS tersebut. Sistem yang memadukan teknologi client-server dan web base tersebut menangani keseluruhan proses kliring, penyelesaian transaksi, administrasi dan pelaporan, hingga risk monitoring transaksi KBIE.
Kliring dan Penyelesaian Transaksi Obigasi
KPEI mendukung perdagangan transaksi obligasi di bursa efek dengan menyediakan jasa kliring dan penyelesaian transaksi obligasi melalui sistem e-BOCS. Seluruh kegiatan; kliring, konfirmasi dan afirmasi penyelesaian transaksi hingga administrasi pajak dilakukan melalui e-BOCS.
Jasa penjaminan
KPEI menyediakan jasa penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa bagi AK yang bertransaksi di BEJ maupun di BES. Jasa penjaminan adalah jasa untuk memberikan kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban AK yang timbul dari transaksi bursa. Dengan kata lain fungsi penjaminan bertujuan memberi kepastian terselenggaranya Transaksi Bursa bagi AK yang sudah memenuhi kewajibannya, kepastian waktu penyelesaian, penurunan frekuensi kegagalan penyelesaian transaksi, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan investor untuk bertransaksi di pasar modal Indonesia.
Dalam fungsi penjaminan, KPEI bertindak sebagai mitra pengimbang / lawan (counterparty) bagi seluruh AK yang bertransaksi di Bursa. Hal tersebut dimungkinkan dengan kliring secara netting dengan novasi, sehingga masing-masing AK hanya berhubungan dengan KPEI dalam penyelesaian Transaksi Bursanya. Dengan demikian risiko dari masing-masing AK diserap oleh KPEI sehingga tidak menimbulkan gangguan lebih jauh terhadap pasar.
Penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa adalah kewajiban KPEI untuk seketika dan langsung mengambil alih tanggung jawab AK yang gagal memenuhi kewajiban yang terkait dengan Transaksi Bursa yang dilakukannya. KPEI wajib menyelesaikan setiap kegagalan AK dalam melakukan transaksi Bursa.
KPEI menjalankan fungsi penjaminan melalui system e-CLEARS, dibantu dengan sistem pendukung lainnya yaitu ARMS (Automated Risk Monitoring System). Sistem ARMS yang diintegrasikan dengan sistem e-CLEARS, membuat keseluruhan proses kliring dan penjaminan dapat berjalan dengan lebih selaras dan tidak bertele-tele sehingga memudahkan AK dalam Penyelesaian transaksi bursa.
Melalui sistem e-CLEARS(r) dan ARMS, KPEI mengendalikan risiko-risiko yang berpotensi mengakibatkan kegagalan Transaksi Bursa. Kegiatan pengendalian risiko tersebut meliputi:
• Pemantauan profil risiko keanggotaan
• Pemantauan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD)
• Penilaian dan pemantauan agunan
• Penentuan dan pemantauan pembatasan perdagangan (Trading Limit)
• Pengelolaan dana jaminan
Jasa pinjam meminjam efek
KPEI menyediakan jasa pinjam meminjam efek (PME) dengan tujuan untuk membantu AK untuk memenuhi kebutuhan efek sementara untuk menghindari terjadinya kegagalan penyelesaian transaksi bursa.
Anggota kliring dan bank kustodian wajib mendaftar untuk menjadi pemberi pinjaman/peminjam/pemberi dan peminjam di dalam mekanisme PME KPEI. Segera setelah terdaftar sebagai partisipan PME, AK dan BK yang bersangkutan dapat dengan segera mengaktifkan modul PME yang terintegrasi di dalam system e-CLEARS®.
Jasa terkait pasar modal lain
Sesuai dengan ketentuan di dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, KPEI dapat menawarkan jasa lain di lingkungan pasar modal.
Prinsip kerja KPEI
KPEI sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan mempunyai fungsi sebagai Central Counterparty (Mitra Pengimbang Sentral) yang menjamin kepastian penyelesaian transaksi di bursa efek.
Bertindak sebagai Central Counterparty, KPEI menerapkan kliring novasi yang dimana hubungan hukum antar Anggota Kliring yang menimbulkan hak dan kewajiban atas transaksi bursa yang dilakukannya, beralih menjadi hubungan hukum atara Anggota Kliring yang bersangkutan dengan KPEI

Minggu, 09 Mei 2010

Prinsip Operasional Bank Syari'ah




oleh : Dianita Kristanti, MUHAMMAD IQBAL


Ketiga Penulis adalah Mahasiswa Ekonomi UNIGHA (JABAL GHAFUR SIGLI)

Pendahuluan

Berdirinya bank Islam/perbankan syari’ah diawali dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern: neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan ini adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Hingga awal ke-20, bank Islam hanya merupakan obsesi dan diskusi teoritis para akademisi baik dari bidang hukum (fikih) maupun bidang ekonomi. Kesadaran bahwa bank Islam adalah solusi masalah ekonomi untuk mencapai kesejahteraan sosial telah muncul, namun upaya nyata yang memungkinkan implementasi praktis gagasan tersebut nyaris tenggelam dalam sistem ekonomi dunia yang menggunakan bunga riba.

Dalam tulisan ini akan dibahas secara garis besar mengenai perbankan Islam terutama di Indonesia, meliputi sejarah, serta konsep-konsep dasar operasional bank syari'ah.

Sejarah dan Perkembangan Bank Islam

Beroperasinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963 merupakan tonggak sejarah perkembangkan sistem perbankan Islam. Mit Ghamr menyediakan pelayanan dasar perbankan seperti simpanan, pinjaman, penyertaan modal, investasi langsung dan pelayanan sosial. Pada tahun 1967 pengoperasian Mit Ghamr diambil alih oleh National Bank of Egypt dan Bank Sentral Mesir disebabkan adanya kekacauan politik. Walaupun Mit Ghamr sudah berhenti beroperasi sebelum mencapai kematangan dan menyentuh semua profesi bisnis, keberadaannya telah memberikan pertanda bagi masyarakat muslim bahwa prinsip-prinsip Islam sangat applicable dalam dunia bisnis modern.

Perkembangan selanjutnya adalah berdirinya Islamic Develoment Bank (IDB), yang berdiri atas prakarsa dari sidang menteri luar negeri Negara-negara OKI di Pakistan (1970), Libiya (1973), dan Jeddah (1975). Dalam sidang tersebut diusulkan penghapusan sistem keuangan berdasarkan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil. Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negeri Islam untuk mendirikan untuk mendirikan lembaga keuangan syari’ah. Pada akhir priode 1970-an dan awal periode 1980-an bank-bank syari’ah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, dan Turki.

Dari berbagai laporan tentang bank Islam, ternyata bahwa operasi perbankan Islam dikendalikan oleh tiga prinsip dasar, yaitu (a) dihapuskannya bunga dalam segala bentuk transaksi, (b) dilakukannya segala bisnis yang sah, berdasarkan hukum serta perdagangan komersial dan perusahaan industri, dan (c) memberikan pelayanan sosial yang tercermin dalam penggunaan dana-dana zakat untuk kesejahteraan fakir miskin.[1]

Berkembangnya bank-bank syari’ah di Negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an telah banyak diskusi mengenai bank syari’ah sebagai pilar ekonomi Islam, akan tetapi prakarsa untuk mendirikan bank Islam baru dimulai pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan lokakarya tentang bunga bank dan perbankan menghasilkan terbentuknya sebuah tim perbankan yang bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi. Pada tahun 1991 berdiri PT. BMI (Bank Muamalat Indonesia).

Pada awal pendirian BMI keberadaan bank syari’ah belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional, disebabkan landasan hukum operasional bank yang menggunakan sistem syari’ah ini hanya dikategorikan sebagai bank dengan sistem bagi hasil, dan tidak terdapat rincian landasan hukum syari’ah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.

Pada era reformasi perkembangan perbankan syari’ah ditandai dengan disetujuinya Undang-undang No.10 tahun 1998, yang mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplemen-tasikan oleh bank syari’ah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank konvensional untuk membuka cabang syari’ah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syari’ah.
Perbedaan Bank Syari’ah Dengan Bank Konvensional

Dalam beberapa hal, bank syari’ah dan bank konvensional memiliki persamaan terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pem-biayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan lain-lain. Akan tetapi terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.

1. Akad dan aspek legalitas

Dalam bank syari’ah, akad yang dilakukan memiliki konsekwensi duniawi dan ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sehingga pelanggaran kesepakatan dapat diminimalisir. Selain itu akad dalam perbankan syari’ah baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun keten-tuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad, baik rukun maupun syaratnya.

2. Lembaga penyelesaian sengketa

Dalam perbankan syari’ah, apabila terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di pengadilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tatacara dan hukum materi syari’ah. Hukum yang mengatur ini disebut BAMUI yang didirikan bersama antara MUI dan Kejaksaan Agung.

3. Stuktur organisasi

Dalam stuktur organisasi bank syari’ah memiliki kesamaan dengan bank konvensional, seperti komisaris maupun direksi. Tetapi unsur yang dapat membedakan antara bank syari’ah dan konvensional adalah adanya pengawas syari’ah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produk agar sesuai dengan garis-garis syari’ah dan DPS biasanya diletakkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank.

Banyaknya DPS pada bank perlu disyukuri, akan tetapi perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya fatwa yang berbeda di masing-masing DPS, maka MUI sebagai payung dari lembaga organisasi keislaman di Indonesia perlu membentuk dewan syari’ah secara nasional yang membawahi lembaga-lembaga keuangan termasuk di dalamnya bank-bank syari’ah. Lembaga ini biasa disebut Dewan Syari’ah Nasional (DSN), yang berfungsi mengawasi produk-produk keuangan syari’ah agar sesuai dengan syariat Islam (meneliti dan memberi fatwa bagi produk yang dikembangkan). DSN juga bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai DSN pada satu lembaga keuangan. Selain itu DSN juga dapat memberikan teguran dan mengusulkan kepada otoritas yang berwenang untuk memberikan sanksi kepada bank yang melakukan dan mengembangkan tidak sesuai syari’ah.

4. Bisnis dan usaha yang dibiayai

Dalam bank syari’ah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan harus sesuai dengan syari’ah. Karena itu, bank syari’ah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung dalam hal-hal yang diharamkan.

5. Lingkungan kerja dan corporate culture

Dalam bank syari’ah haruslah memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syar’ah. Dalam hal etika misalnya sifat amanah, shiddiq harus melandasi setiap karyawan, sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Begitu pula karyawan bank harus skillful dan profesional (fathanah) dan mampu melakukan tugas secara teamwork dimana informasi merata di semua fungsional organisasi (tabligh) begitu pula dalam hal reward dan punishment diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syari’ah.
Konsep dan Operasional Bank syari'ah
1. Sumber Dana Bank Syari’ah

Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang salah satu fungsinya adalah menghimpun dana masyarakat, harus memiliki suatu sumber penghimpunan dana sebelum disalurkan ke masyarakat kembali. Dalam bank syari’ah, sumber dana berasal dari modal inti (core capital) dan dana pihak ketiga[2], yang terdiri dari dana titipan (wadi’ah) dan kuasi ekuitas (mudarabah account).

Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Modal yang disetor hanya akan ada apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru. Cadangan adalah sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian hari. Sedangkan laba ditahan adalah sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui RUPS) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.[3] Modal inti inilah yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap kegagalan atau kerugian bank dan melindungi kepen-tingan para pemegang rekening titipan (wadi’ah) atau pinjaman (qard).

Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syari'ah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dana-dana tersebut akan disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Dana pihak ketiga tersebut terdiri dari :

a. Titipan/wadi’ah, yaitu dana titipan masyarakat yang dikelola oleh bank.

b. Investasi/mudarabah, adalah dana masyarakat yang diinvestasikan.
2. Aqad-akad Bank Syari’ah

Bank syari’ah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dan menanggung risiko usaha dan berbagi hasil usaha antara pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudarib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha. Pengelolaan dana tersebut didasarkan pada aqad-aqad yang disesuaikan dengan kaidah muamalat. Dari segi ada atau tidaknya kompensasi, fiqh muamalat membagi aqad menjadi dua bagian, yaitu aqad tabarru' dan aqad tijaroh.[4]

Aqad tabarru', yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Aqad tabarru' dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter part-nya untuk sekedar menutup biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan aqad tabarru' tersebut. Tetapi ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari aqad tabarru' itu. Contoh aqad tabarru' adalah:

- Qard, pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.

- Wadi’ah mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu.

- Wakalah, aqad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.

- Kafalah, jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafl) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

- Rahn, menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara?sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil atau ia bisa mengambil sebagian manfaat barang itu.

- Dhaman, menggabungkan dua beban (tanggungan) untuk membayar hutang, menggadaikan barang atau menghadirkan orang pada tempat yang telah ditentukan.

- Hiwalah, aqad yang mengharuskan pemindahan hutang dari yang ber-tanggung jawab kepada penanggung jawab yang lain.

Berbeda dengan aqad tabarru', maka aqad tijaroh (compensational contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Aqad-aqad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh aqad tijaroh antara lain:

- Murabahah, adalah jual-beli barang dengan harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberitahu harga produk yang dia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

- Salam, pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sementara pem-bayaran dilakukan di muka.

- Istisna?/SPAN>, kontrak penjualan antara mustashni?/I> (pembeli akhir) dan shani?/I> (supplier). Pembelian dengan pesanan.

- Ijaroh, aqad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayar-an upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/ milkiyyah) atas barang itu sendiri.

- Musyarakah, aqad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

- Muzara’ah, adalah bentuk kontrak bagi hasil yang diterapkan pada tanaman pertanian setahun.

- Musaqah, adalah bentuk kontrak bagi hasil yang diterapkan pada tanaman pertanian tahunan.

- Mukhabarah, adalah muzara’ah tetapi bibitnya berasal dari pemilik tanah.
3. Prinsip-prinsip Operasional
Secara umum, setiap bank Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai lima prinsip operasional, yaitu[5]:

a. Prinsip simpanan giro, merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan danaya dalam bentuk al wadiah, yang diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindahbukuan, bukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan atau deposito.

b. Prinsip bagi hasil, meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara pemilik dana (shahibul mal) dan pengelola dana (mudarib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Prinsip ini dapat digunakan sebagai dasar untuk produksi pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan.

c. Prinsip jual-beli dan mark-up, merupakan pembiayaan bank yang diperhitungkan secara lump-sum dalam bentuk nominal di atas nilai kredit yang diterima nasabah penerima kredit dari bank. Biaya bank tersebut ditetapkan sesuai dengan kesepakatan antara bank dengan nasabah.

d. Prinsip sewa, terdiri dari dua macam, yaitu sewa murni (operating lease/ijaroh) dan sewa beli (financial lease/bai' al ta’jir).

e. Prinsip jasa (fee), meliputi seluruh kekayaan non-pembiayaan yang diberikan bank, seperti kliring, inkaso, transfer dan sebagainya.
4. Produk Bank Syari'ah

Pada sistem operasi bank syari'ah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pem-bagian keuntungan sesuai kesepakatan.[6]
Pembiayaan dalam perbankan syari'ah tidak bersifat menjual uang yang mengandalkan pendapatan bunga atas pokok pinjaman yang diinvestasikan, tapi dari pembagian laba yang diperoleh pengusaha. Pendekatan bank syari'ah mirip dengan investment banking, dimana secara garis besar produk mudarabah (trust financing) dan musyarakah (partnership financing), sedangkan yang bersifat investasi diimplementasikan dalam bentuk murabahah (jual-beli)[7].

Pola konsumsi dan pola simpanan yang diajarkan oleh Islam memungkin-kan umat Islam mempunyai kelebihan pendapatan yang harus diproduktifkan dalam bentuk investasi, maka bank Islam menawarkan tabungan investasi yang disebut simpanan mudarabah (simpanan bagi hasil atas usaha bank). Untuk dapat membagihasilkan usaha bank kepada penyimpan mudarabah, maka bank syari'ah menawarkan jasa-jasa perbankan kepada masyarakat dalam bentuk[8]:

1. Pembiayaan untuk berbagai kegiatan investasi atas dasar bagi hasil yang terdiri dari (a) pembiayaan investasi bagi hasil al mudarabah dan (b) pembiayaan investasi bagi hasil al musyarakah. Dari pembiayaan investasi tersebut bank akan memperoleh pendapatan berupa bagi hasil usaha.

2. Pembiayaan untuk berbagai kegiatan perdagangan yang terdiri dari (a) pembiayaan perdagangan al-mudarabah dan (b) pembiayaan perdagangan al-baiu bithaman ajil. Dari pembiayan perdagangan tersebut bank akan memperoleh pendapatan berupa mark-up atau margin keuntungan.

3. Pembiayan pengadaan barang untuk disewakan atau untuk disewabelikan dalam bentuk (a) sewa guna usaha atau disebut al-ijarah (b) sewa beli atau disebut baiu takjiri. Di Indonesia, al ijaroh dan al baiu takjiri tidak dapat dilakukan oleh bank. Namun demikian penyewaan fasilitas tempat penyim-panan harta dapat dikategorikan sebagai al-ijaroh. Dari kegiatan usaha al-ijaroh, bank akan memperoleh pendapatan berupa sewa.

4. Pemberian pinjaman tunai untuk kebajikan (al-qardhul hasan) tanpa dikenakan biaya apapun kecuali biaya administrasi berupa segala biaya yang diperlukan untuk sahnya perjanjian hutang, seperti bea materai, bea akte notaris, bea studi kelayakan, dan sebagainya. Dari pemberian pinjaman al-qardhul hasan, bank akan menerima kembali biaya-biaya administrasi.

5. Fasilitas-fasilitas perbankan umumnya yang tidak bertentangan dengan syari'ah seperti penitipan dana dalam rekening lancar (current account), dalam bentuk giro wadi’ah yang diberi bonus dan jasa lainnya untuk mem-peroleh balas jasa (fee) seperti: pemberian jaminan (al-kafalah), pengalihan tagihan (al-hiwalah), pelayanan khusus (al-jualah), pembukaan L/C (al-wakalah), dan lain-lain. Dari pemakaian fasilitas-fasilitas tersebut bank akan memperoleh pendapatan berupa fee.
Dalam bentuk praktik di lapangan, di samping menyedikan modal yang dibutuhkan masyarakat kecil untuk membeli barang-barang modal (alat kerja), modal kerja operasional dan faktor lain yang dibutuhkan untuk membangun satu unit bisnis kecil. Bank syari'ah idealnya juga harus memberikan pendampingan manajerial, seperti aspek pemasaran keuangan dan produksi bahkan sampai mem-fasilitasi jaringan pemasaran (tata niaga) yang lebih efisien yang menguntungkan usaha kecil dan menengah. Dengan demikian, bank syari'ah menjadi partner usaha dalam lingkup yang lebih luas dan terintegrasi.
Konsep ideal perbankan yang sesuai dengan syari'ah Islam seperti yang diuraikan di atas pada praktiknya belum diselenggarakan secara ideal pula oleh bank-bank Islam di Indonesia. Menurut Zainul Arifin, beberapa praktik perbankan syari'ah yang masih jauh dari konsep ideal bank syari'ah adalah sebagai berikut[9]:

1. Terlalu memusatkan pada mekanisme murabahah dan mengabaikan mekanisme pembiayaan sah lainnya.

2. Menerapkan tingkat bunga untuk margin keuntungan tetap dalam mekanisme murabahah.

3. Mengabaikan aspek-aspek sosial dalam pembiayaan.

4. Kurang memberi respons tambah pada kebutuhan-kebutuhan pembiayaan pemerintah.

5. Kegagalan bank-bank Islam dalam menjalin kerjasama antara di mereka.
Kesimpulan

Sistem keuangan atau yang lebih khusus lagi adalah aturan yang menyangkut aspek keuangan dalam sistem perbankan di negara-negara sedang berkembang telah menjadi instrumen penting dalam melancarkan kegiatan pem-bangunan. Keberadaannya dalam berbagai aspek usaha masyarakat luas telah memberikan pertanda bahwa prinsip-prinsip Islam sangat applicable dalam dunia bisnis modern. Namun demikian, implementasi perbankan syari'ah terkadang masih mengalami kendala, baik dari lembaga itu sendiri, maupun dari pemerintah masyarakat. Untuk itu diperlukan kesungguhan dari berbagai pihak untuk memperbaiki kekurangan yang ada menuju sistem perbankan syari'ah yang rahmatan lil alamin.